my facebook

Selasa, 20 November 2012



TERDIAM DISINI SENDIRI  MERARATAPI DIRI YANG TAK KUNJUNG BERUBAH
MELUPAKAN BAYANGMU  YANG SLALU DI BENAKKU
MEMBUAT DIRIKU TAKUT AKAN MALAM DATANG
TAKUT UNTUK MEMBAYANGKAN DIRIMU WALAU HANYA UNTUK SEJENAK
            SEKIAN LAMA AKU SELALU BERADA DI BALIK BAYANGANMU
            SEKIAN LAMA AKU TAKUT UNTUK MENGENAL WANITA LAIN
            MUNGKN HANYA KAMU JAWABAN ATAS ALASAN AKU TERLAHIR DI DUNIA INI
            TAKKAN PERNAH BISA AKU TANPA DIRIMU
PERNAHKU BERPIKIR UNTUK MENCOBA MELUPAKNMU
NAMUN SEMAKIN AKU MENCOBA SEMAKIN PERASAAN INI TUMBUH
AKU SEMAKIN TAKUT DAN TERJATUH KE DALAM LUBANG YANG TERDALAM
DI DALAM KEGELAPAN SEPI TANPAMU
            AKANKAH AKU BISA MELANGKAH TANPAMU, BERNAFAS TANPAMU, DAN HIDUP TANPAMU
KEHILANGAN DIRIMU BERARTI AKU KEHILANGAN ASA
 AKU TAKUT UNTUK MENCOBA DAN MEMULAI KEMBALI
BANTU AKU MELUPAKANMU
KU BERHARAP NAMUN AKU TERSAKITI
KU MEMINTA NAMUN TERBATA
KU RELAKAN WALAU KU BERTAHAN HANYA UNTUK DIRIMU
BIARLAH INI MENJADI MISTERI HIDUPKU SENDIRI........
            TUHAN BERIKAN AKU JALAN NAMUN KUSIA-SIAKAN DIRIMU
            TUHAN BERIKAN AKU CINTA NAMUN KU HIANATI
            MULAI DETIK INI AKU MENCOBA SETIA KEPADA SATU CINTA,,
SATU HATI, SATU RASA,, ANUGERAH TERINDAH ADALAH DIRIMU, 


            

Kamis, 15 November 2012


AHMAD WAHYUDI    ( KOLERA )
MAKALAH

BAB I
Pendahuluan

A. Pendahuluan
            Penyakit saluran pencernaan akut yang disebabkan oleh bakteri dan ditandai gejala dalam bentuknya yang berat dengan onset yang tiba-tiba, diare terus menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, disertai muntah dan mual di awal timbulnya penyakit. Pada kasus-kasus yang tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat terjadi dehidrasi, asidosis, kolaps, hipoglikemi pada anak serta gagal ginjal. Infeksi tanpa gejala biasanya lebih sering terjadi daripada infeksi dengan gejala, terutama infeksi oleh biotipe El Tor; gejala ringan dengan hanya diare, umum terjadi, terutama dikalangan anak-anak. Pada kasus berat yang tidak diobati (kolera gravis), kematian bisa terjadi dalam beberapa jam, dan CFR-nya bisa mencapai 50 %. Dengan pengobatan tepat, angka ini kurang dari 1 %.
Diagnosa ditegakkan dengan mengisolasi Vibrio cholera dari serogrup O1 atau O139 dari tinja. Jika fasilitas laboratorium tidak tersedia, Cary Blair media transport dapat digunakan untuk membawa atau menyimpan spesimen apus dubur (Rectal Swab).
            Untuk diagnosa klinis presumtif cepat dapat dilakukan dengan mikroskop medan gelap atau dengan visualisasi mikroskopik dari gerakan vibrio yang tampak seperti shooting stars atau bintang jatuh, dihambat dengan antisera serotipe spesifik yang bebas bahan pengawet. Untuk tujuan epidemiologis, diagnosa presumtif dibuat berdasarkan adanya kenaikan titer antitoksin dan antibodi spesifik yang bermakna. Di daerah non-endemis, organisme yang diisolasi dari kasus indeks yang dicurigai sebaiknya dikonfirmasikan dengan pemeriksaan biokimiawi dan pemeriksaan serologis yang tepat serta dilakukan uji kemampuan organisme untuk memproduksi toksin kolera atau untuk mengetahui adanya gen toksin. Pada saat terjadi wabah, sekali telah dilakukan konfirmasi laboratorium dan uji sensitivitas antibiotik, maka terhadap semua kasus yang lain tidak perlu lagi dilakukan uji laboratorium.
            Berdasarkan uraian diatas maka penyaji merasa tertarik untuk untuk menyajikan makalah dalam bab ini.

B. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
 a. Meningkatkan pengetahuan tentang pengertian Infeksi Oleh Vibrio Cholera.
 b. Mendapatkan gambaran yang jelas tentang Proses Vibrio Cholera.
 c. Memberi saran dan alternatif pemecahan masalah terkait permaslahan Vibrio Cholera.

C. Ruang Lingkup
            Karena luas nya permasalah tentang infeksi dan banyaknya literatur yang berkebaan dengan proses infeksi maka penulis hanya membatasi penulisan tentang proses Vibrio Cholera.

D. Metode Penulisan
            Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu memberi gambaran tentang proses Vibrio Cholera yang dilakukan dengan cara :
a. Studi perpustakaan yaitu dengan pendekatan teoritis untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan dalam makalah ini.
b. Browsing melalui layananan internet untuk menambah literatur yang ada.

                                                                       
                                                                        BAB II
                                                                          PEMBAHASAN

A. Identifikasi
            Penyakit saluran pencernaan akut yang disebabkan oleh bakteri dan ditandai gejala dalam bentuknya yang berat dengan onset yang tiba-tiba, diare terus menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, disertai muntah dan mual di awal timbulnya penyakit. Pada kasus-kasus yang tidak diobati dengan cepat dan tepat dapat terjadi dehidrasi, asidosis, kolaps, hipoglikemi pada anak serta gagal ginjal. Infeksi tanpa gejala biasanya lebih sering terjadi daripada infeksi dengan gejala, terutama infeksi oleh biotipe El Tor; gejala ringan dengan hanya diare, umum terjadi, terutama dikalangan anak-anak. Pada kasus berat yang tidak diobati (kolera gravis), kematian bisa terjadi dalam beberapa jam, dan CFR-nya bisa mencapai 50 %. Dengan pengobatan tepat, angka ini kurang dari 1 %.
Diagnosa ditegakkan dengan mengisolasi Vibrio cholera dari serogrup O1 atau O139 dari tinja. Jika fasilitas laboratorium tidak tersedia, Cary Blair media transport dapat digunakan untuk membawa atau menyimpan spesimen apus dubur (Rectal Swab).
            Untuk diagnosa klinis presumtif cepat dapat dilakukan dengan mikroskop medan gelap atau dengan visualisasi mikroskopik dari gerakan vibrio yang tampak seperti shooting stars atau bintang jatuh, dihambat dengan antisera serotipe spesifik yang bebas bahan pengawet. Untuk tujuan epidemiologis, diagnosa presumtif dibuat berdasarkan adanya kenaikan titer antitoksin dan antibodi spesifik yang bermakna. Di daerah non-endemis, organisme yang diisolasi dari kasus indeks yang dicurigai sebaiknya dikonfirmasikan dengan pemeriksaan biokimiawi dan pemeriksaan serologis yang tepat serta dilakukan uji kemampuan organisme untuk memproduksi toksin kolera atau untuk mengetahui adanya gen toksin. Pada saat terjadi wabah, sekali telah dilakukan konfirmasi laboratorium dan uji sensitivitas antibiotik, maka terhadap semua kasus yang lain tidak perlu lagi dilakukan uji laboratorium

B. Penyebab Penyakit.
            Vibrio cholera serogrup O1 terdiri dari dua biotipe yaitu Vibrio klasik dan Vibiro El Tor dan yang terdiri dari serotipe Inaba, Ogawa dan Hikojima (jarang ditemui). Vibrio cholera O139 juga menyebabkan kolera tipikal. Gambaran klinis dari penyakit yang disebabkan oleh Vibrio cholera O1 dari kedua biotipe dan yang disebabkan oleh Vibrio cholera O139 adalah sama karena enterotoksin yang dihasilkan oleh organisme ini hampir sama. Pada setiap kejadian wabah atau KLB, tipe organisme tertentu cenderung dominan, saat ini biotipe El Tor adalah yang paling sering ditemukan. Di kebanyakan daerah di India dan Bangladesh, sebagian besar dari kejadian kolera disebabkan oleh Vibrio cholera O139 dan Vibrio cholera O1 dari biotipe klasik ditemukan di Bangladesh selama dekade lalu. Beberapa jenis Vibrio yang secara biokimiawi tidak dapat dibedakan satu sama lain, tetapi tidak menggumpal dengan antisera Vibrio cholera serogrup O1 (strain non-O1, dahulu di kenal sebagai Vibrio yang tidak menggumpal (NAGs) atau juga dikenal sebagai “Non Cholera Vibrio” (NCVsJ) sekarang dimasukkan ke dalam spesies Vibrio cholera.            Beberapa strain kolera memproduksi enterotoksin tetapi kebanyakan tidak. Sebelum tahun 1992, strain non-O1 diketahui sebagai penyebab diare sporadis dan jarang menyebabkan KLB dan tidak pernah sebagai penyebab wabah yang menelan korban banyak. Namun pada akhir tahun 1992 wabah kolera dengan dehidrasi berat terjadi di India dan Bangladesh dengan jumlah korban yang sangat banyak.    Organisme penyebabnya adalah serogrup baru dari Vibrio cholera O139, yang menghasilkan toksin kolera yang sama dengan O1 tetapi berbeda, pada struktur lipo polisakaridanya (LPS) dan berbeda dalam kemampuan memproduksi antigen kapsuler. Gambaran klinis dan epidemiologis dari penyakit yang disebabkan oleh organisme ini dengan ciri khas kolera, dan harus dilaporkan sebagai kolera. Wabah oleh strain O-139 yang mempunyai faktor virulensi yang sama seperti Vibrio cholera O1 El Tor, faktor ini nampaknya diperoleh dari hilangnya bagian gen yang menyandikan (Encode) antigen lipo polisakarida dari O1 strain El Tor di ikuti dengan bersatunya sebagian besar fragmen dari DNA baru yang menyandikan (encoding) enzim yang memungkinkan terjadinya sintesa dari liposakarida dan kapsul dari O 139. Melaporkan Infeksi Vibrio cholera O1 non-toksikogenik atau infeksi Vibrio cholera non O1, selain O139 sebagai, kolera, adalah laporan yang tidak akurat dan membingungkan. 
C. Distribusi penyakit.
            Selama abad 19, pandemi kolera menyebar berulang kali dari delta Sungai Gangga di India ke seluruh dunia. Sampai dengan pertengahan abad ke 20, penyakit ini terbatas hanya terjadi di Asia, kecuali kejadian wabah kolera yang menelan banyak korban di Mesir pada tahun 1947. Selama setengah abad terakhir abad ke 20 gambaran epidemiologis kolera ditandai dengan 3 ciri utama.
1). Terjadinya pandemi ke 7 kolera yang disebabkan oleh Vibrio cholera O1 El Tor, dengan korban yang sangat banyak.
2). Diketahui adanya reservoir lingkungan dari kolera, salah satunya adalah di sepanjang pantai teluk Meksiko di AS.
3). Munculnya untuk pertama kali ledakan wabah besar dari Cholera gravis yang disebabkan oleh organisme Vibrio cholera dari serogrup selain O1, (Vibrio cholera O139).
Sejak tahun 1961, Vibrio cholera dari biotipe El Tor telah menyebar dari Indonesia melalui sebagian besar Asia ke Eropa Timur. Pada tahun 1970, biotipe ini masuk ke Afrika bagian barat dan menyebar dengan cepat di benua itu dan menjadi endemis di sebagian besar negara Afrika. Beberapa kali KLB kolera telah terjadi di semenanjung Iberia dan Itali pada tahun 1970 an.
Kolera El Tor kembali ke Benua Amerika di tahun 1991, sesudah menghilang selama satu abad dan menyebabkan ledakan-ledakan wabah sepanjang pantai Pasifik di Peru. Dari Peru, kolera dengan cepat menyebar ke negara-negara tetangga, dan pada tahun 1994, kira-kira 1 juta kasus kolera tercatat terjadi di Amerika Latin. Perlu di catat, walaupun manifestasi klinis penyakit ini sama beratnya dengan yang terjadi di bagian lain di dunia, namun keseluruhan CFR kolera di Amerika Latin bisa ditekan tetap rendah (sekitar 1%) kecuali di pedesaan di pegunungan Andes dan wilayah Amazona dimana fasilitas pelayanan kesehatan sangat jauh.
            Perlu dicatat secara spesifik bahwa telah terjadi KLB kolera El Tor diantara pengungsi Rwanda di Goma, Zaire, pada bulan Juli tahun 1994 dengan 70.000 penderita dan 12.000 orang diantaranya tewas dalam kurun waktu kurang dari sebulan. Secara keseluruhan, 384.403 penderita dan 10.692 kematian akibat kolera dilaporan ke WHO pada tahun 1994 oleh 94 negara. CFR global pada tahun 1994 adalah 2,8 % yang bervariasi dari 1% di AS, 1,3 % di Asia dan 5 % di Afrika.
            Variasi angka ini mencerminkan perbedaan dalam sistim pelaporan dan akses terhadap pengobatan yang tepat, tidak menggambarkan virulensi dari organisme penyebab.
Kecuali untuk dua kasus kolera yang didapatkan karena infeksi dilaboratorium, dibelahan bumi bagian Barat tidak ditemukan penderita kolera indigenous sejak tahun 1911 sampai dengan 1973, pada saat itu di Texas ditemukan penderita dengan V. cholerae El Tor Inaba sebagai penyebab, dimana sumbernya tidak diketahui.
            Pada tahun 1978 dan awal 1990 an ditemukan secara sporadis penderita dengan infeksi V. cholerae El Tor Inaba di Louisiana dan Texas.
Timbulnya kasus-kasus kolera diatas disepanjang Gulf Coast Amerika selama bertahun-tahun disebabkan oleh satu strain indigenous yang berasal dari reservoir lingkungan dari V. cholerae O1 El Tor Inaba disepanjang pantai teluk Mexico.
            Pada bulan Oktober 1992, KLB kolera terjadi secara serentak di beberapa daerah di Negara Bagian Tamilnadu, India. Strain yang diisolasi dari KLB ini tidak menggumpal dengan antisera O1, begitu pula strain ini pada pemeriksaan laboratorium tidak dapat diidentifikasi dengan panel standar antisera dari Vibrio cholera 138 non O1. Serogrup baru, yang disebut O 139 Bengal menyebar dengan cepat ke seluruh negara bagian dan kawasan sekitarnya, dalam beberapa bulan menyebabkan ratusan ribu orang terserang. Selama periode wabah, V. cholerae O139 menggantikan strain V. cholerae O1 pada hampir semua pasien yang dirawat di rumah sakit dan dari sampel yang diambil dari air permukaan. Wabah terus menyebar sepanjang tahun 1994 dengan penderita kolera O139 yang dilaporkan dari 11 negara di Asia. Strain baru ini diperkirakan menyebar ke benua lain melalui para pelancong yang terinfeksi didaerah tujuan wisata, tetapi tidak dilaporkan adanya penyebaran sekunder diluar Asia. Bahwa wabah O139 yang terjadi di Asia pada awal tahun 1990-an dipercaya sebagai awal terjadinya pandemi ke 8 dari kolera. Namun O139 bukan hanya tidak menyebar dan menyebabkan wabah di Afrika dan Amerika Selatan tetapi ia juga menghilang dengan cepat baik di India maupun Bangladesh. Dan bahkan menghilang dari daerah dimana strain ini berasal dan pernah menyebar. Kalaupun ditemukan dibagian lain didunia, O139 sebagai penyebab tidak lebih dari 5 – 10 % dari seluruh kasus kolera. Kolera O 139 di masa yang akan datang diduga dapat menyebabkan wabah yang sangat besar di bagian lain di dunia dan karenanya membutuhkan surveilans internasional yang terus menerus.
            Semenjak kolera kembali menyerang Amerika Latin pada tahun 1990 an, para pelancong yang terserang kolera meningkat dengan tajam. Dengan menggunakan metode bakteriologis yang canggih (media TCBS) berbagai studi prospektif telah dilakukan dan membuktikan bahwa insiden kolera yang menyerang para pelancong di AS dan yang menyerang turis Jepang cukup tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.

D. Reservoir
            Reservoirnya adalah : Manusia; pengamatan yang dilakukan di AS, Bangladesh dan Australia selama lebih dari 2 dekade menunjukkan adanya reservoir lingkungan, dimana vibrio diduga hidup pada copepoda dan zooplankton yang hidup diperairan payau dan muara sungai.

E. Cara penularan
            Masuk melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi secara langsung atau tidak langsung oleh tinja atau muntahan dari orang yang terinfeksi. El Tor dan O139 dapat bertahan di air dalam jangka waktu yang lama. Pada saat wabah El Tor sekala besar terjadi di Amerika Latin pada tahun 1991, penularan yang cepat dari kolera terjadi melalui air yang tercemar karena sistem PAM perkotaan yang tidak baik, air permukaan yang tercemar, sistem penyimpanan air dirumah tangga yang kurang baik. Makanan dan minuman pada saat itu diolah dengan air yang tercemar dan di jual oleh pedagang kaki lima, bahkan es dan air minum yang dikemaspun juga tercemar oleh vibrio cholerae. Biji-bijian yang dimasak dengan saus pada saat wabah itu terbukti berperan sebagai media penularan kolera. Vibrio cholerae yang dibawa oleh penjamah makanan dapat mencemari salah satu dari jenis makanan yang disebutkan diatas yang apabila tidak disimpan dalam lemari es dalam suhu yang tepat, dapat meningkatkan jumlah kuman berlipat ganda dalam waktu 8 – 12 jam. Sayuran dan buah-buahan yang dicuci dan dibasahi dengan air limbah yang tidak diolah, juga menjadi media penularan. Terjadinya wabah maupun munculnya kasus sporadis sering disebabkan oleh karena mengkonsumsi seafood mentah atau setengah matang. Air yang tercemar sering berperan sebagai media penularan seperti yang terjadi pada KLB di Guam, Kiribati, Portugal, Itali dan Ekuador. Pada kejadian lain, seperti di AS, kasus sporadis kolera justru timbul karena mengkonsumsi seafood mentah atau setengah matang yang ditangkap dari perairan yang tidak tercemar.
Sebagai contoh Kasus kolera yang muncul di Louisiana dan Texas menyerang orang-orang yang mengkonsumsi kerang yang diambil dari pantai dan muara sungai yang diketahui sebagai reservoir alami dari Vibrio cholera O1 serotipe Inaba, muara sungai yang tidak terkontaminasi oleh air limbah. Kolera klinis didaerah endemis biasanya ditemukan pada kelompok masyarakat ekonomi lemah.

F. Masa inkubasi
            Dari beberapa jam sampai 5 hari, biasanya 2 – 3 hari.

G. Masa penularan
            Diperkirakan selama hasil pemeriksaan tinja masih positif, orang tersebut masih menular, berlangsung sampai beberapa hari sesudah sembuh. Terkadang status sebagai carrier berlangsung hingga beberapa bulan. Berbagai jenis antibiotika diketahui efektif terhadap strain infektif (misalnya tetrasiklin untuk strain O139 dan kebanyakan strain O1). Pemberian antibiotika memperpendek masa penularan walaupun sangat jarang sekali, ditemukan infeksi kandung empedu kronis berlangsung hingga bertahun-tahun pada orang dewasa yang secara terus menerus mengeluarkan vibrio cholerae melalui tinja.

H. Kekebalan dan Kerentanan
            Resistensi dan kerentanan seseorang sangat bervariasi achlorhydria, lambung meningkatkan risiko terkena penyakit, sedangkan bayi yang disusui terlindungi dari infeksi. Kolera gravis biotipe El Tor dan Vibrio cholera O139 secara bermakna lebih sering menimpa orang-orang dengan golongan darah O. Infeksi oleh V. cholerae O1 atau O139 meningkatkan titer antibodi penggumpalan maupun antibodi terhadap toksin dan meningkatkan daya tahan terhadap infeksi. Serum antibodi terhadap Vibrio Cholera bisa dideteksi sesudah terjadi infeksi oleh O1 (namun uji spesifik, sensitif dan prosedur pemeriksaan yang dapat dipercaya seperti untuk O1 saat ini tidak ada untuk infeksi O139). Adanya serum antibodi terhadap vibrio cholerae ini sebagai bukti adanya perlindungan terhadap kolera O1. Studi lapangan menunjukkan bahwa infeksi klinis awal oleh Vibrio cholera O1 dari biotipe klasik memberikan perlindungan terhadap infeksi biotipe klasik maupun El Tor; sebaliknya infeksi klinis awal oleh biotipe El Tor memberikan perlindungan jangka panjang namun sangat rendah dan terbatas terhadap infeksi El Tor saja. Di daerah endemis, kebanyakan orang memperoleh antibodi pada awal masa beranjak dewasa. Infeksi oleh strain O1 tidak memberi perlindungan terhadap infeksi O 139 dan sebaliknya. Studi eksperimental yang dilakukan pada sukarelawan, menunjukkan bahwa infeksi klinis awal oleh Vibrio cholera O139 memberikan proteksi yang cukup bermakna terhadap diare karena infeksi Vibrio cholera O139.

I. Cara – cara pemberantasan
 1. Tindakan pencegahan
 a. Pemberian Imunisasi aktif dengan vaksin mati whole cell, yang diberikan secara parenteral kurang bermanfaat untuk penanggulangan wabah maupun untuk penanggulangan kontak. Vaksin ini hanya memberikan perlindungan parsial (50%) dalam jangka waktu yang pendek (3 – 6 bulan) di daerah endemis tinggi tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi asimptomatik; oleh karena itu pemberian imunisasi tidak direkomendasikan. Dua jenis Vaksin oral yang memberikan perlindungan cukup bermakna untuk beberapa bulan terhadap kolera yang disebabkan oleh strain O1, kini tersedia di banyak negara. Pertama adalah vaksin hidup (strain CVD 103 – HgR, dosis tunggal tersedia dengan nama dagang Orachol® di Eropa dan Mutacol di Kanada, SSV1); yang lainnya adalah vaksin mati yang mengandung vibrio yang diinaktivasi ditambah dengan subunit B dari toksin kolera, diberikan dalam 2 dosis (Dukoral, SBL). Sampai dengan akhir tahun 1999, vaksin-vaksin ini belum mendapat lisensi di AS.
 b. Tindakan pencegahan yang melarang atau menghambat perjalanan orang, pengangkutan bahan makanan atau barang tidak dibenarkan.



B. Pengawasan penderita, kontak atau lingkungan sekitarnya
1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan kasus kolera umumnya diwajibkan sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional (International Health Regulation,1969). Edisi beranotasi Ketiga (Third Annotated Edition, 1983), dan IHR yang di perbarui dan di cetak ulang pada tahun 1992, WHO, Geneva; kelas 1 (lihat tentang pelaporan penyakit menular). Saat ini sedang dilakukan revisi terhadap IHR.
2). Isolasi : perawatan di rumah sakit dengan memperlakukan kewaspadan enterik di perlukan untuk pasien berat; isolasi ketat tidak diperlukan. Untuk penderita yang tidak begitu berat, dapat di perlakukan sebagai penderita rawat jalan, diberi rehidrasi oral dan antibiotika yang tepat. Ruang perawatan kolera yang penuh sesak dengan penderita dapat di operasikan tanpa perlu khawatir dapat menimbulkan ancaman penularan kepada petugas kesehatan dan pengunjung asalkan prosedur cuci tangan secara efektif serta prosedur kebersihan perorangan di laksanakan dengan baik. Pemberantasan terhadap lalat juga perlu dilakukan.
3). Disinfeksi serentak : Dilakukan terhadap tinja dan muntahan serta bahan-bahan dari kain (linen, seperti sprei, sarung bantal dan lain-lain) serta barang-barang lain yang digunakan oleh penderita, dengan cara di panaskan, diberi asam karbol atau disinfektan lain. Masyarakat yang memiliki sistem pembuangan kotoran dan limbah yang modern dan tepat, tinja dapat langsung dibuang ke dalam saluran pembuangan tanpa perlu dilakukan disinfeksi sebelumnya. Pembersihan menyeluruh.
4). Karantina :Tidak diperlukan.
5). Manajemen kontak : Lakukan surveilans terhadap orang yang minum dan mengkonsumsi makanan yang sama dengan penderita kolera, selama 5 hari setelah kontak terakhir. Jika terbukti kemungkinan adanya penularan sekunder didalam rumah tangga, anggota rumah tangga sebaiknya di beri pengobatan kemoprofilaksis; untuk orang dewasa adalah tetrasiklin (500 mg 4 kali sehari) atau doksisiklin (dosis tunggal 300 mg) selama 3 hari, kecuali untuk strain lokal yang diketahui atau diduga resisten terhadap tetrasiklin. Anak-anak juga bisa diberikan tetrasiklin (50mg/kg/hari dibagi ke dalam 4 dosis) atau doksisiklin (dosis tunggal 6 mg/kg) selama 3 hari, dengan pemberian tetrasiklin dalam waktu yang singkat, tidak akan terjadi noda pada gigi. Pengobatan profilaktik alternatif yang bisa digunakan untuk strain V. cholerae O1 yang resisten terhadap tetrasiklin adalah: Furazolidon (Furoxone®) (100 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan untuk anak-anak 1.25 mg/kg 4 kali sehari), eritromisin (dosis anak-anak 40 mg/kg sehari dibagi ke dalam 4 dosis dan untuk orang dewasa 250 mg, 4 kali sehari); TMP-SMX (320 mg TMP dan 1600 mg SMX dua kali sehari untuk orang dewasa dan 8 mg/kg TMP dan 40 mg/kg SMX sehari dibagi ke dalam 2 dosis untuk anak-anak); atau siprofloksasin (500 mg dua kali sehari untuk orang dewasa). TMP-SMX tidak bermanfaat untuk infeksi V. cholerae O139 karena strain ini resisten pada obat-obat antimikroba jenis ini. Kemoprofilaksis masal untuk semua anggota masyarakat tidak pernah di lakukan karena dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotika. Imunisasi terhadap kontak tidak dianjurkan.
6). Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : Lakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber infeksi berasal dari air minum dan makanan yang terkontaminasi. Makanan yang dikonsumsi 5 hari sebelum sakit harus di tanyakan. Pencarian dengan cara mengkultur tinja untuk kasus-kasus yang tidak dilaporan hanya disarankan dilakukan terhadap anggota rumah tangga atau terhadap orang-orang yang kemungkinan terpajan dengan satu sumber (Common source) didaerah yang sebelumnya tidak terinfeksi.
7). Pengobatan spesifik : Ada tiga cara pengobatan bagi penderita Kolera : 1). Terapi rehidrasi agresif. 2). Pemberian antibiotika yang efektif. 3). Pengobatan untuk komplikasi. Dasar dari terapi kolera adalah rehidrasi agresif melalui oral dan intravena yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan cairan dan elektrolit, juga untuk mengganti cairan akibat diare berat yang sedang berlangsung. Antibiotika yang tepat adalah terapi tambahan yang sangat penting terhadap pemberian cairan, karena pemberian antibiotika dapat mengurangi volume dan lamanya diare dan dengan cepat mengurangi ekskresi dari vibrio sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya penularan sekunder. Akhirnya pada saat terapi rehidrasi cukup efektif, dan penderita tertolong dari renjatan hipovolemik dan tertolong dari dehidrasi berat, penderita dapat mengalami komplikasi seperti hipoglikemi yang harus di ketahui dan di obati dengan segera. Jika hal diatas dilakukan dengan baik maka angka kematian (CFR) bahkan pada ledakan KLB di negara berkembang dapat ditekan dibawah 1 %.
Untuk memperbaiki dehidrasi, asidosis dan hipokalemia pada penderita dengan dehidrasi ringan hingga sedang cukup dengan hanya memberikan larutan rehidrasi oral (Oralit) yang mengandung glukosa 20g/l (atau sukrosa 40 gr/l atau dengan air tajin 50g/L), NaCl (3.5 g/L), KCl (1.5 g/L); dan trisodium sitrat dihidrat (2.9 g/L) atau NaHCO3 (2.5 g/L). Kehilangan cairan pada penderita dengan dehidrasi ringan hingga sedang di perbaiki dengan rehidrasi oral sebagai pengganti cairan, diberikan lebih dari 4 – 6 jam, agar jumlah yang diberikan dapat mengganti cairan yang diperkirakan hilang (kira-kira 5 % dari berat badan untuk dehidrasi ringan dan 7 % pada dehidrasi sedang). Kehilangan cairan yang berlangsung terus dapat digantikan dengan memberikan, selama lebih dari 4 jam, cairan per oral sebanyak 1.5 kali dari volume tinja yang hilang selama 4 jam sebelumnya.
Penderita yang menderita renjatan sebaiknya diberi rehidrasi intra vena cepat dengan larutan multielektrolit seimbang yang mengandung kira-kira 130 mEq/L Na+, 25 - 48 mEq/L bikarbonat, asetat atau ion laktat, dan 10-15 mEq/L K+. Larutan yang sangat bermanfaat antara lain Ringer’s laktat atau Larutan Pengobatan Diare dari WHO (4 gr NaCl, 1 g KCl, 6.5 gr natrium asetat dan 8 gr glukosa/L) dan “Larutan Dacca” (5 g NaCL, 4 gr NaHCO3, dan 1 g KCL/L), yang dapat dibuat ditempat pada keadaan darurat. Penggantian cairan awal sebaiknya diberikan 30ml/kg BB pada jam pertama untuk bayi dan pada 30 menit pertama untuk penderita berusia diatas 1 tahun, dan sesudahnya pasien harus di nilai kembali. Sesudah dilakukan koreksi terhadap sistem cairan tubuh yang kolaps, kebanyakan penderita cukup diberikan rehidrasi oral untuk melengkapi penggantian 10 % defisit awal cairan dan untuk mengganti cairan hilang yang sedang berlangsung.
Antibiotika yang tepat dapat memperpendek lamanya diare, mengurangi volume larutan rehidrasi yang dibutuhkan dan memperpendek ekskresi vibrio melalui tinja. Orang dewasa diberi tetrasiklin 500 mg 4 kali sehari dan anak anak 12.5 mg/kg 4 kali sehari selama 3 hari. Pada saat Strain V. cholerae yang resisten terhadap tetrasiklin sering ditemukan, maka pengobatan dilakukan dengan pemberian antimikroba alternatif yaitu TMP-SMX (320 mg trimethoprim dan 1600 mg sulfamethoxazol dua kali sehari untuk orang dewasa dan 8 mg/kg trimethoprim dan 40 mg/kg sulfamethoxazol sehari dibagi dalam 2 dosis untuk anak-anak, selama 3 hari); furazolidon (100 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan 1.25 mg/kg 4 kali sehari untuk anak-anak, selama 3 hari); atau eritromisin (250 mg 4 kali sehari untuk orang dewasa dan 10 mg/kg 3 kali sehari untuk anak-anak selama 3 hari). Siprofloksasin, 250 mg sekali sehari selama 3 hari, juga merupakan regimen yang baik untuk orang dewasa. V. cholerae strain O139 resisten terhadap TMP-SMX. Oleh karena ditemukan strain O139 atau O1 yang mungkin resisten terhadap salah satu dari antimikroba ini, maka informasi tentang sensitivitas dari strain lokal terhadap obat-obatan ini perlu diketahui, jika fasilitas untuk itu tersedia, informasi ini digunakan sebagai pedoman pemilihan terapi antibiotika yang tepat.

C. Penanggulangan wabah.
1). Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah risiko tinggi untuk segera mencari pengobatan bila sakit.
2). Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif
3). Lakukan tindakan darurat untuk menjamin tersediaanya fasilitas air minum yang aman. Lakukan klorinasi pada sistem penyediaan air bagi masyarakat, walaupun diketahui bahwa sumber air ini tidak terkontaminasi. Lakukan klorinasi atau masaklah air yang akan di minum, dan air yang akan dipakai untuk mencuci alat-alat masak dan alat-alat untuk menyimpan makanan kecuali jika tersedia air yang telah di klorinasi dengan baik dan terlindungi dari kontaminasi.
4). Lakukan pengawasan terhadap cara-cara pengolahan makanan dan minuman yang sehat. Setelah diolah dan dimasak dengan benar, lindungi makanan tersebut dari kontaminasi oleh lalat dan penanganan yang tidak saniter; makanan sisa sebaiknya di panaskan sebelum dikonsumsi. Orang yang menderita diare sebaiknya tidak menjamah atau menyediakan makanan dan minuman untuk orang lain. Makanan yang disediakan pada upacara pemakaman korban kolera mungkin tercemar dan selama wabah berlangsung makanan di tempat seperti ini sebaiknya dihindari.
5). Lakukan investigasi dengan sungguh-sungguh dengan desain sedemikian rupa untuk menemukan media dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penularan menurut variable orang, tempat dan waktu serta buatlah rencana penanggulangan yang memadai.
6). Sediakan fasilitas pembuangan sampah dan limbah domestik sesuai dengan syarat kesehatan.
7). Pemberian imunisasi dengan suntikan vaksin kolera Whole cell tidak dianjurkan.
8). Pada saat situasi wabah relatif mulai tenang, vaksin kolera oral dapat diberikan sebagai tambahan terhadap upaya penanggulangan wabah kolera. Namun, vaksin ini sebaiknya tidak digunakan pada saat suasana masih panik atau pada saat terjadi kekurangan persediaan air yang parah yang dapat mempengaruhi penyediaan terapi rehidrasi oral.

D. Implikasi bencana : risiko terjadinya KLB sangat tinggi di daerah di suatu daerah endemis kolera, apabila didaerah tersebut orang berkumpul bersama dalam jumlah besar tanpa penanganan makanan yang baik serta tanpa tersedianya fasilitas sanitasi yang memadai. 

Mencegah Penularan Kolera

Untuk menhindari penularan kolera, bisa dilakukan dengan cara :
·         biasakan mencuci tangan dengan sebelum makan atau masak
·         pastikan makanan dan minuman yang dikomsumsi benar – benar bersih
·         minimalkan komsumsi makanan mentah atau setengah matan, terutama untuk jenis kerang – kerangan
·         pilihlah menu sayuran yang telah dimasak, jika lingkungan tidak mendukung untuk mendukung hidangan salad yang bersih
·         jangan biasakan mengomsumsi makanan yang dijajakan di pinggir jalan, kebersihannya tidak terjamin
Untuk pencegahan penularan penyakit di lingkungan rumah, lengkapi lingkungan tempat tinggal dengan fasilitas sanitasi yang memadai. (nn)

Senin, 22 Oktober 2012

ASKEP GASTRITIS (TUKAK LAMBUNG)


A.  Definisi Gastritis
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung           (Kapita Selecta Kedokteran, Edisi Ketiga hal 492). Gastritis adalah segala radang mukosa lambung( Buku Ajar Keperawatan Medikal  Bedah ,Edisi  Kedelapan  hal 1062). Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau local(Patofisiologi, Sylvia A Price hal 422).
Berdasarkan berbagai pendapat tokoh diatas, gastritis dapat juga diartikan sebagai suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada  daerah tersebut. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori.Peradangan  ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut.
 KLIK DISINI BISNIS MUDAH DAN PRAKTIS,,garansi 1 tahun!!
B.  Klasifikasi Gastritis
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2, yaitu (David Ovedorf 2002) :
1.        1.      Gastritis akut
Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis besar yaitu :
1.        Gastritis Eksogen akut ( biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar, seperti bahan kimiamisal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid , mekanis iritasi bakterial, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung) ).
2.        Gastritis Endogen akut (adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan badan ).
1.        2.      Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteriHelicobacter pylory           (H. Pylory). Gastritis kronik dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B. Dikatakan gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini.  Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.

C.  Etiologi
Lambung adalah sebuah kantung otot yang kosong, terletak pada bagian kiri atas perut tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa mempunyai panjang berkisar antara 10 inchi dan dapat mengembang untuk menampung makanan atau minuman sebanyak 1 gallon. Bila lambung dalam keadaan kosong, maka ia akan melipat, mirip seperti sebuah akordion. Ketika lambung mulai terisi dan mengembang, lipatan – lipatan tersebut secara bertahap membuka.
Lambung memproses dan menyimpan makanan dan secara bertahap melepaskannya ke dalam usus kecil. Ketika makanan masuk ke dalam esophagus, sebuah cincin otot yang berada pada sambungan antara esophagus dan lambung (esophageal sphincter) akan membuka dan membiarkan makanan masuk ke lambung. Setelah masuk ke lambung cincin in menutup. Dinding lambung terdiri dari lapisan lapisan otot yang kuat. Ketika makanan berada di lambung, dinding lambung akan mulai menghancurkan makanan tersebut. Pada saat yang sama, kelenjar – kelenjar yang berada di mukosa pada dinding lambung mulai mengeluarkan cairan lambung (termasuk enzim – enzim dan asam lambung) untuk lebih menghancurkan makanan tersebut.
Salah satu komponen cairan lambung adalah asam hidroklorida. Asam ini sangat korosif sehingga paku besi pun dapat larut dalam cairan ini. Dinding lambung dilindungi oleh mukosa – mukosa bicarbonate (sebuah lapisan penyangga yang mengeluarkan ion bicarbonate secara regular sehingga menyeimbangkan keasaman dalam lambung) sehingga terhindar dari sifat korosif asam hidroklorida. Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung. Beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinyagastritis antara lain :
1.         Infeksi bakteri. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada masa kanak – kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak.
2.        Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat – obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
3.        Penggunaan alkohol secara berlebihan. Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal.
4.        Penggunaan kokain. Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan gastritis.
5.        Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.
6.        Kelainan autoimmune. Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
7.        Crohn’s disease. Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn’s disease (yaitu sakit perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala gastritis.
8.        Radiasi and kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.
9.        Penyakit bile reflux. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
10.     Faktor-faktor lain. Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.
 KLIK DISINI BISNIS MUDAH DAN PRAKTIS
D.   Pathofisiologi
1.        1.     Gastritis Akut
Pengaruh efek samping obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti Inflamatory Drug seperti aspirin juga dapat menimbulkan gastritis.Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat – obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkangastritis dan peptic ulcer.Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.
Alkohol berlebih, terlalu sering memakan makanan yang mengandung nitrat (bahan pengawet) atau terlalu asam (cuka), kafein seperti pada teh dan kopi serta kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya gastritis. Karena bahan-bahan tersebut bila terlalu sering kontak dengan dinding lambung akan memicu sekresi asam lambung berlebih sehingga dapat mengikis lapisan mukosa lambung.
Kemudian stress psikologis maupun fisiologis yang lama dapat menyebabkan gastritis. Stress seperti syok, sepsis, dan trauma menyebabkan iskemia mukosa lambung. Iskemia mukosa lambung mengakibatkan peningkatan permeabilitas mukosa akibatnya terjadi difusi balik H+ ke dalam mukosa. Mukosa tidak mampu lagi menahan asam berlebih menyebabkan edema lalu rusak.
1.        2.  Gastritis Kronis
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini dihubungkan dengan penyakit otoimun, seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
                             Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylory) Ini dihubungkan dengan bakteri H. pylory, faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refluks isi usus kedalam lambung. H. Pylori termasuk bakteri yang tidak tahan asam, namun bakteri jenis ini dapat mengamankan dirinya pada lapisan mukosa lambung. Keberadaan bakteri ini dalam mukosa lambung menyebabkan lapisan lambung melemah dan rapuh sehingga asam lambung dapat menembus lapisan tersebut. Dengan demikian baik asam lambung maupun bakteri menyebabkan luka atau tukak. Sistem kekebalan tubuh akan merespon infeksi bakteri H. Pyloritersebut dengan mengirimkan butir-butir leukosit, selT-killer, dan pelawan infeksi lainnya. Namun demikian semuanya tidak mampu melawan infeksi H. Pylori tersebut sebab tidak bisa menembus lapisan lambung. Akan tetapi juga tidak bisa dibuang sehingga respons kekebalan terus meningkat dan tumbuh. Polymorph mati dan mengeluarkan senyawa perusak radikal superoksida pada sel lapisan lambung. Nutrisi ekstra dikirim untuk menguatkan sel leukosit, namun nutrisi itu juga merupakan sumber nutrisi bagi H. Pylori. Akhirnya, keadaan epitel lambung semakin rusak sehingga terbentuk ulserasi superfisial dan bisa menyebabkan hemoragi (perdarahan).Dalam beberapa hari gastritis dan bahkan tukak lambung akan terbentuk.
E.  Manifestasi Klinis
1.        Gastritis akut sangat bervariasi , mulai dari yang sangat ringan asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada kasus yang sangat berat, gejala yang sangat mencolok adalah :
1)      Hematemetis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai terjadi renjatan karena kehilangan darah.
2)      Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan – keluhan itu misalnya nyeri timbul pada uluhati, biasanya ringan dan tidak dapat ditunjuk dengan tepat lokasinya.
3)      Kadang – kadang disertai dengan mual- mual dan muntah.
4)      Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu- satunya gejala.
5)      Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar pada tinja dan secara fisis akan dijumpai tanda – tanda anemia defisiensi dengan etiologi yang tidak jelas.
6)      Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali mereka yang mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia sampai gangguan kesadaran.
1.        Gastritis kronis
1.        Bervariasi dan tidak jelas
2.        Perasaan penuh, anoreksia
3.        Distress epigastrik yang tidak nyata
4.        Cepat kenyang

F.  Komplikasi pada Gastritis
1.        1.       Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi.
1.        2.      Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis Kronis juka dibiarkan dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.
 KLIK DISINI BISNIS MUDAH DAN PRAKTIS..garansi 1 tahun
G.  Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor utama yaitu etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering, serta Obat-obatan. Namun secara spesifik dapat dibedakan sebagai berikut :
1.         Gastritis Akut
1.        Kurangi minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala  menghilang; ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi.
2.        Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan IV.
3.        Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan netralkan asam dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida, antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan sukralfat (untuk sitoprotektor).
4.        Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di encerkan.
5.        Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi.
6.        Antasida : Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat.
7.        Penghambat asam : Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi.
1.        Gastritis Kronis
1.        Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi.
2.        Cytoprotective agents : Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga menghambat aktivitas H. Pylori.
3.        Penghambat pompa proton : Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari “pompa-pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H. pylori.
4.        H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis; tetrasiklin atau amoxicillin) dan garam bismuth (pepto bismol) atau terapi H.Phylory. .Terapi terhadap H. PyloriTerdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik. Terapi terhadap infeksi H. pyloritidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.
H.  Farmakologi
Obat yang dipergunakan untuk gastritis adalah Obat yang mengandung bahan-bahan yang efektif menetralkan asam dilambung dan tidak diserap ke dalam tubuh sehingga cukup aman digunakan (sesuai anjuran pakai tentunya). Semakin banyak kadar antasida di dalam obat maag maka semakin banyak asam yang dapat dinetralkan sehingga lebih efektif mengatasi gejala sakit gastritis dengan baik.
Pengobatan gastritis tergantung pada penyebabnya. Gastritis akut akibat konsumsi alkohol dan kopi berlebihan, obat-obat NSAID dan kebiasaan merokok dapat sembuh dengan menghentikan konsumsi bahan tersebut. Gastritis kronis akibat infeksi bakteri H. pylori dapat diobati dengan terapi eradikasi H. pylori. Terapi eradikasi ini terdiri dari pemberian 2 macam antibiotik dan 1 macam penghambat produksi asam lambung, yaitu PPI (proton pump inhibitor).
Untuk mengurangi gejala iritasi dinding lambung oleh asam lambung, penderita gastritis lazim diberi obat yang menetralkan atau mengurangi asam lambung, misalnya (Mayo Clinic,2007) :
1.   Antasid : Obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan.  Antasida menetralkan asam lambung sehingga cepat mengobati gejala antara lain promag, mylanta, dll.
2.   Penghambat asam (acid blocker) : Jika antasid tidak cukup untuk mengobati gejala, dokter biasanya meresepkan obat penghambat asam antara lain simetidin, ranitidin, atau famotidin.
3.  Proton pump inhibitor (penghambat pompa proton) : Obat ini bekerja mengurangi asam lambung dengan cara menghambat pompa kecil dalam sel penghasil asam. Jenis obat yang tergolong dalam kelompok ini adalah omeprazole, lanzoprazole, esomeparazol, rabeprazole, dll. Untuk mengatasi infeksi bakteri H. pylori, biasanya digunakan obat dari golongan penghambat pompa proton, dikombinasikan dengan antibiotika.
BACA JUGA ASKEP PAROTITIS
I.     Diagnosa keperawatan
1.        Defisit  volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair  yang berlebih ( mual dan muntah).
2.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan penurunan intake asupan gizi.
3.        Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
4.        Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
J.   Intervensi Keperawatan
1.        Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih ( mual dan muntah ).
-        Tujuan :
Mencegah output yang berlebih dan mengoptimalkan intake cair.
Kriteria Hasil :
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan dibuktikan oleh mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler berwarna merah muda, input dan output seimbang.
-        Intervensi :
Intervensi
Rasional
1.         Penuhi kebutuhan individual. Anjurkan klien untuk minum  ( Dewasa : 40-60 cc/kg/jam).
1.        Berikan cairan tambahan IV sesuai indikasi.
1.        Awasi tanda-tanda vital, evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membran mukosa.
1.        Kolaborasi pemberian cimetidine dan ranitidine
1.        Intake cairan yang adekuat akan mengurangi resiko dehidrasi pasien.
1.         Mengganti kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan dalam fase segera.
1.        Menunjukkan status dehidrasi atau kemungkinan kebutuhan untuk peningkatan penggantian cairan.
2.        Cimetidine dan ranitidine berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung
1.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan penurunan intake asupan gizi.
Tujuan :
Gangguan nutrisi teratasi
Kriteria Hasil :
1.        Antoprometri: Berat badan, lingkar lengan atas kembali normal.
2.        Albumin,hemoglobin normal.
3.        Klinis : terlihat segar.
4.        Porsi makan habis.
Intervensi :
Intervensi
Rasional
1.         Reduksi stress dan farmakoterapi seperti cytoprotective agent, penghambat pompa proton, anatasida.
1.        Koloborasi transfusi albumin.
1.        Konsul dengan ahli diet untuk menentukan kalori / kebutuhan nutrisi .
1.        Tambahan vitamin seperti B12.
2.        Batasi makanan yang menyebabkan peningkatan asam lambung berlebih, dorong klien untuk menyatakan perasaan masalah tentang makan diet.
3.        Berikan nutrisi melalui IV sesuai indikasi.

1.         Stress menyebabkan peningkatan produksi asam lambung, untuk klien dengan gastritis penggunaan penghambat pompa proton membantu untuk mengurangi asam lambung dengan cara menutup pompa asam dalam sel lambung penghasil asam. Kemudian untuk penggunaan cytoprotective agent membantu untuk melindungi jaringan  yang melapisi lambung  dan usus kecil. pada klien dengan gastritis antasida berfungsi untuk menetralisir asam lambung dan dapat mengurangi rasa sakit.
2.        Dengan tranfusi albumin diharapkan kadar albumin dalam darah kembali normal sehingga kebutuhan nutrisi kembali normal.
3.        Pemasukan individu dapat dikalkulasikan dengan berbagai perhitungan yang berbeda, perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
4.        Mencegah terjadinya anemia.
5.        Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makanan yang menyebabkan terjadinya gejala.
1.        Program ini mengistirahatkan saluran pencernaan sementara , dan memenuhi nutrisi sangat penting dan dibutuhkan.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemaha fisik
Tujuan :
Intoleransi aktifitas teratasi.
Kriteria Hasil :
Klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.
Intervensi
Rasional
1.        Tingkatkan tirah baring atau duduk dan berikan obat sesuai dengan indikasi.
2.               Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
3.        Ajarkan klien metode penghematan energy untuk aktivitas (lebih baik duduk daripada berdiri saat melakukan aktivitas)

1.         Tirah baring dapat meningkatkan stamina tubuh pasien sehinggga pasien dapat beraktivitas kembali.
2.         Lingkungan yang nyaman dan tenang dapat mendukung pola istirahat pasien.
3.        Klien dapat beraktivitas secara bertahap sehingga tidak terjadi kelemahan.
1.        Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan :
Informasi tepat dan efektif.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan dan pengobatan.
Intervensi
Rasional
1.        Beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan klien.
1.        Evaluasi tingkat pengetahuan pasien.
2.        Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi tentang kontrol masalah kesehatan. Keterlibatan orang lain yang telah menerima masalah yang sama dapat meningkatkan koping , dapat meningkatkan terapi dan proses penyembuhan.
1.        Pengkajian / evaluasi secara periodik meningkatkan pengenalan / pencegahan dini terhadap komplikasi seperti ulkus peptik dan pendarahan pada lambung