BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Penyakit
inflamasi pada system pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan
divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada
apendiks diakibanya terbuntunya lumen apendiks. Divertikular disease merupakan
penyakit inflamasi pada saluran cerna terutama kolon. Keduanya merupakan
penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda. Appendisitis disebabkan
terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena terjepitnya
apendiks, sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras
dan membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan
divertikula dan divertikula ini yang kemudian bila sampai terjepit atau
terbuntu akan mengakibatkan diverticulitis
Insiden
apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang,
namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu
100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan
pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,
meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal
20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Sedangkan insiden
diverticulitis lebih umum terjadi pada sebagian besar Negara barat dengan diet
rendah serat. Lazimnya di Amerika Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada
pemeriksaan fisik orang dewasa pada umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit
ini
Apendisitis
dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita mengetahui
dan mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak
hanya sebagai care giver yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan
pada pasien yang sedang sakit saja. Tetapi, perawat harus mampu menjadi
promotor, promosi kesehatan yang tepat akan menurunkan tingkat kejadian penyakit
ini.
Sehingga
makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit apendisitis dan
diverticulitis sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih mudah memahami
tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, asuhan keperawatan,
penatalaksanaan medis pada pasien dengan apendisitis dan diverticulitis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DefinisiApendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis
adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan
dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian
cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis
adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus
buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan
menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya
seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang
senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan
pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)B. Anatomi dan Fisiologi
Usus
buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis Appendiks
terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara
di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu:
taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada
daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan
dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon
asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen
(Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas
tetap terletak di peritoneum.
Ukuran
panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan
bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks
dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh
saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal
dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal
dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Saat
ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara
aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana
memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig
A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi,
tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang
lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh,
khususnya saluran cerna (Nasution,2010).
C. Etiologi
Berbagai
hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks
merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia
(pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor
apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll)
juga dapat menyebabkan sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat
dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh
tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran
inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui
bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh
bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi
yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)D. Klasifikas apendisitis
Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses
infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi
dapat berupa :
1. Hiperplasi limfoid sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi
akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain
obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
Macam
– Macam Jenis Apendisitis
Appendisitis Purulenta (Supurative
Appendicitis)
Tekanan
dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini
memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus
besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga
serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak
aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut
disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
Apendisitis Kronik
Diagnosis
apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria
mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik
antara 1-5 persen.
Apendissitis Rekurens
Diagnosis
rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut
kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama
kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya
karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi
biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan
akut. Mukokel Apendiks
Mukokel
apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika
isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan
eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa
memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul
tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit
ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
Karsinoid Apendiks
Ini
merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid
berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme
bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid
perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di
atas.
Meskipun
diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan
adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
E. patofisiologiPada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
f. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
g. Tergantung pada bentuk appendiks
h. Appendik yang terlalu panjang.
i, Messo appendiks yang pendek.
j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k. Kelainan katup di pangkal appendiks.
Akibat
terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau
benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi
tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna,
meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar
hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan
bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. Pembusukan
usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani
maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang
berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin
meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).
PATHWAYS
|
|||
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
F. Komplikasi
- Perforasi dengan pembentukan abses
- Peritonitis generalisata.
- Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
- Anoreksia biasanya tanda pertama.
- Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
- Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali
ada perforasi.
- Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)
- Penyakit Radang Usus Buntu kronik
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)
Pemeriksaan Diagnosa Penyakit
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:
- Pemeriksaan fisik.
- Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan
(swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
- Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila
ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri
(Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
- Dengan tindakan tungkai kanan dan paha
ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut
semakin parah (psoas sign)
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu
semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa
nyeri juga.
- Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari
suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
- Pada apendiks terletak pada retro sekal maka
uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu
jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator
sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
Pada
pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel
darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah).
Pemeriksaan radiologi
Foto
polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup
membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil
dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan
CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks.
Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram.
H. Penatalaksanaan
Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi
appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi,
istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang
tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut
kanan bawah.
- Tindakan pre operatif, meliputi penderita di
rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita,
pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
- Tindakan operatif ; appendiktomi.
- Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
i. Pengkajian
- IdentitasPasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register. - Riwayat Keperawatan
- Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan
nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu
tubuh, peningkatan leukosit.
- Riwayat Kesehatan masa lalu
- Pemeriksaan Fisik
- Sistem kardiovaskuler : Untuk
mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis,
pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
- Sistem hematologi : Untuk mengetahui
ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan
pendarahan, mimisan splenomegali.
- Sistem urogenital : Ada tidaknya
ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
- Sistem muskuloskeletal : Untuk
mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang,
sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
- Sistem kekebalan tubuh : Untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
- Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan darah rutin : untuk
mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya
infeksi.
- Pemeriksaan foto abdomen : untuk
mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
ii. Diagnosa
Keperawatan yang Mungkin Muncul
- Nyeri berhubungan dengan luka insisi
pada abdomen kuadran kanan bawah post operasi appenditomi.
- Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
- Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan prosedur invasive appendiktomi.
- Resiko kekurangan volume cairan
sehubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral.
Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen post
operasi appendiktomi
Tujuan
Nyeri berkurang / hilang dengan
Kriteria Hasil :
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.
Intervensi
- Kaji skala nyeri lokasi,
karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
- Pertahankan istirahat dengan posisi
semi powler.
- Dorong ambulasi dini.
- Berikan aktivitas hiburan.
- Kolborasi tim dokter dalam pemberian
analgetika.
Rasional
- Berguna dalam pengawasan dan
keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
- Menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi terlentang.
- Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
- meningkatkan relaksasi.
- Menghilangkan nyeri.
Diagnosa
Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap
nyeri
Tujuan
Toleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
- Klien dapat bergerak tanpa pembatasan
- Tidak berhati-hati dalam bergerak.
Intervensi
- catat respon emosi terhadap mobilitas.
- Berikan aktivitas sesuai dengan
keadaan klien.
- Berikan klien untuk latihan gerakan
gerak pasif dan aktif.
- Bantu klien dalam melakukan aktivitas
yang memberatkan.
Rasional
- Immobilisasi yang dipaksakan akan
memperbesar kegelisahan.
- Meningkatkan kormolitas organ sesuiai
dengan yang diharapkan.
- Memperbaiki mekanika tubuh.
- Menghindari hal yang dapat
memperparah keadaan.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
Intervensi
- Ukur tanda-tanda vital
- Observasi tanda-tanda infeksi
- Lakukan perawatan luka dengan
menggunakan teknik septik dan aseptik
- Observasi luka insisi
Rasional
- Untuk mendeteksi secara dini gejala
awal terjadinya infeksi
- Deteksi dini terhadap infeksi akan
mudah
- Menurunkan terjadinya resiko infeksi
dan penyebaran bakteri.
- Memberikan deteksi dini terhadap
infeksi dan perkembangan luka.
Diagnosa Keperawatan 4. :
Resiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan pemasuka n
cairan secara oral
Tujuan
Kekurangan volume cairan tidak terjadi
Intervensi
- Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh
- Awasi vital sign: Evaluasi nadi,
pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
- Kolaborasi dengan tim dokter untuk
pemberian cairan intra vena
Rasional
- Dokumentasi yang akurat akan membantu
dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti.
- Indikator hidrasi volume cairan
sirkulasi dan kebutuhan intervensi
- Mempertahankan volume sirkulasi bila
pemasukan oral tidak cukup dan meningkatkan fungsi ginjal
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Apendisitis
adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan.
Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau
sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di
perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya
banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim,
Apendisitis, 2007)
Diagnosa keperawatan yang dapat
ditegakkan antara lain:1 Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
2 Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
3 Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
4 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
5 Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
6 Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
1.2 Saran
Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar penyakit apendisitis sebelum benar-benar mempraktekkannya di rumah sakit.
Daftar Pustaka
_____,2009. Colonic Diverticular Disease. (online)(www.clevelandclinicmeded.com/.../diseasemanagement/.../colonic-diverticular-disease/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 19.35)
Mahdi,2010. ASKEP DIVERTIKULUM
PADA COLON . (online)(http://askep-mahdi.blogspot.com/2010/01/askep-divertikulum-pada-colon.html
diakses pada 28 Nov 2010 pukul 19.46)
Burner and suddarth, 2001, Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah,-edisi 8,-volume 2, Jakarta : EGC.Engram, Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta : EGC.
RadenFahmi,2010. Divertikulosis. (online) (http://community.um.ac.id/showthread.php?55616- diakses pada 29 Nov 2010 pukul 20.03)
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2, Jakarta : EGC.
PATHWAYS APENDISITIS
Idiopatik Makan Tak
Teratur Kerja Fisik Yang Keras
Obstruksi Lumen
Massa keras feses hiperplasia folikel limfoid Benda asing
Suplay aliran darah menurun
Mukosa terkikis Peradangan pada appendiks distensi abdomen Menekan gaster
apendisitis supuratif apendisitis gangrenosa apendisitis perforasi
apendisitis abses
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang
dapat disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab
terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik.Adanya benda asing seperti:
cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain
misalnya : keganasan (Karsinoma Karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin
banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan
peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu
torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu
lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran
vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan
bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang
berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul
suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. pada orang
tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih
cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang
timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar