ASKEP
ANEMIA MEGALOBLASTIK
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
DEFINISI
Anemia Megaloblastik
adalah sekelompok anemia yang khas ditandai oleh adanya eritoblas yang besar
dalam sumsum tulang sebagai akibat dari maturasi inti sel-sel tersebut adalah
megaloblas. Sel megaloblas adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel
yang besar dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan
kromosom yang longgar.
Anemia Megaloblastik
(SDM Besar) diklasifikasikan secara morfologi sebagai anemia makrositik normokromik
yang sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 (Anemia perinisiosa adalah
anemia yang disebabkan karena kerusakan produksi sel darah merah karena
kurangnya faktor intrinsik essensial untuk absorbsi vitamin B12) dan asam folat
(anemia defisiensi asam folat adalah
kelainan dari maturasi/kematangan eritrosit yang disebabkan oleh
sumber-sumber makanan yang tidak adekuat pasa malnutrisi, ada waktu kebutuhan
akan asam folat meningkat yaitu pada waktu stres, pertumbuhan dan kehamilan)
yang mengakibatkan gangguan sintesis DNA disertai kegagalan maturasi dan
pembelahan sel (Guyton, 2001). Defisiensi ini dapat sekunder akibat malnutrisi,
defisiensi asam folat, malabsorbsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti pada
anemia pernisiosa), penyakit usus dan keganasan.
1. 2
ETIOLOGI
Penyebab anemia
megaloblastik adalah sebagai berikut :
1. Defisiensi Vit B12
a. Asupan kurang ; pada vegetarian
b. Malabsopsi
· Dewasa
Anemia pernisiosa, gastrektomi total/parsial, penyakit
Chorn’s, parasit, limfoma usus halus, obat-obatan (momicik, etanol, KCl).
·
Anak-anak : anemia pernisiosa, gangguan sekresi, faktor intrinsik lambung dan gangguan reseptor kobalamin
di ileum.
c. Gangguan
metabolisme seluler : Defisiensi enzim, abnormallitas protein pembawa kobalamin (defisiensi
transkobalamin), dan paparan nitrit oksida yang berlangsung.
d. Infeksi cacing
pita.
2. Defisiensi Asam Folat
a. Asupan kurang
·
Gangguan
nutrisi : Alkoholoisme, bayi prematur, orang tua hemodialisis dan anoreksia
nervosa.
· Malabsopsi : Gastrektomi parsial, reseksi
usus halus, penyakit Crohn’s, scleroderma dan obat antikonvulsan.
b. Peningkatan
kebutuhan
Kehamilan,
anemia hemolitik, keganasan, hipertiroidisme, serta eritropoesis yang tidak
efektif (anemia pernisiosa, anemia sideroblastik, leukemia dan anemia hemolitik).
c. Gangguan metabolisme folat : Alkoholisme,
defisiensi enzim.
d. Penurunan cadangan
folat di hati : Alkoholisme, sirosis non alkoholik dan hepatoma.
3.
Gangguan metabolisme vitamin B12 dan asam folat.
4. Gangguan sintesisi DNA yang merupakan
akibat dari proses berikut ini :
a. Defisiensi enzim congenital
b. Didapat
setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.
1.3 KLASIFIKASI
Menurut penyebabnya anemia
megaloblastik di bagi beberapa Jenis :
1.
Anemia megaloblastik karena defisiensi
Vitamin B12:
·
Penderita yang tidak makan daging hewan
atau ikan, telur serta susu yang mengandung vitamin B12.
·
Adanya malabsorpsi akibat kelaianan pada
organ:
a.
Kelainan lambung (anemia pernisiosa,
kelainan Congenital, faktor intrinsik, serta gastrektomi total atau parsial).
b.
Kelainan usus (intestinal loop syndrome, tropical sprue dan post reseksi ileum).
2. Anemia megaloblastik karena defisiensi asam
folat:
a.
Disebabkan oleh makanan yang kurang gizi
asam folat, terutama pada orang tua, fakir miskin, gastrektomi parsial dan
anemia akibat hanya minum susu kambing.
b.
Malabsorpsi asam folat karena penyakit
usus.
c.
Kebutuhan yang meningkat akibat keadaan
fisiologis (hamil, laktasi prematuritas) dan keadaan fatologis (anemia
hemolitik, keganasan serta penyakit kolagen).
d.
Ekskresi asam folat yang berlebihan lewat
usus biasanya terjadi pada penyakit hati yang aktif atau kegagalan faal
jantung.
e. Obat-obatan
antikonvulsan dan sitostatik tertentu.
3.
Anemia megaloblastik karena kombinasi
defisiensi vitamin B12 dan asam folat:
Merupakan
anemia megaloblastik akibat defisiensi enzim congenital atau pada
eritroleukemia.
1.4 MANIFESTASI
KLINIS
Gejala klinis yang biasanya muncul
pada anemia megaloblastik adalah sebagai berikut :
1. Tubuh lemah, tidak
bertenaga dan pucat.
2. Anemia karena
eritropoesis yang inefektif.
3. Ikterus ringan
akibat pemecahan hemoglobin meninggi karena
usia eritrosit memendek.
4. Glositis dengan
lidah berwarna merah, halus, seperti daging (buff tongue), stomatitis angularis, anoreksia, diare, nyeri dan
gejala sindrom malabsorbsi ringan.
5. Penurunan jumlah
hematokrit dan Hb.
6.
Selain
mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 yang berat juga
mempengaruhi sistem saraf sensoris dan menyebabkan :
a. Kesemutan
di tangan dan kaki
b. Hilangnya
rasa di tungkai, kaki dan tangan
c. Pergerakan
yang kaku.
7. Purpura
trombositopeni karena maturasi megakariosit terganggu.
8. Pada defisiensi vitamin B12 berat dijumpai gejala neoropati yang bersifat
simetris sebagai berikut:
a.
Neuropati perifer : Mati rasa, terbakar
pada jari.
b.
Kerusakan kolumna Posterior : Gangguan
posisi, vibrasi.
c.
Kerusakan kolumna lateralis.
d.
Spastisitas dengan deep reflex hiperaktif
dan gangguan serebrasi.
e.
Kesulitan berjalan dan mudah jatuh.
f. Penurunan berat badan.
g.
Warna kulit menjadi lebih gelap.
h.
Penurunan fungsi intelektual.
i.
Gangguan keseimbangan dan terjadi
perubahan sebral, demensia.
1.5 PATOFISIOLOGI
Timbulnya megaloblas adalah akibat
gangguan maturasi sel karena terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritroblast
akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12, dimana vitamin B12 dan asam folat
berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12
penting dalam pembentukan mielin. Akibat gangguan sintesis DNA pada inti
eritoblas ini, maka meturasi ini lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar
dan sel menjadi lebih besar Karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast
dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar disebut
sebagai sel megaloblast. Sel megaloblast ini
fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam
sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit
lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.
Anemia menyebabkan
kelelahan, sesak napas, dan rasa pusing. Orang dengan anemia merasa badannya
kurang enak dibandingkan orang dengan tingkat Hb yang wajar, mereka merasa
sulit bekerja, artinya mutu hidupnya lebih rendah. Anemia juga meningkatkan
risiko kelanjutan penyakit dan kematian. Seseorang yang mengalami anemia akan
tampak lesu, mudah lelah, kurang darah, cepat mengantuk, nafas pendek
(manifestasi berkurangnya pengiriman O2), peradangan pada lidah, mual,
hilangnya nafsu makan, sakit kepala, pingsan, dan agak kekuningan. Menurut Baldy
(2005), salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah
pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkuranganya volume darah,
berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2
ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya
untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta
distribusi bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran mukosa
mulut serta konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai
pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna merah muda, hemoglobin biasanya kurang
dari 8 gram.
1.6 POHON MASALAH (WOC)
1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain :
· Pemeriksaan
Darah tepi :
a.
Anemia makrositer dimana sel-sel
eritrosit membesar.
b.
Anisositosis (ukuran eritrosit abnormal
bervariasi).
c.
Poikilositosis (bentuk eritrosit yang
tidak beraturan).
d.
Lekopenia, netropenia hipersegmentasi.
e.
Trombositopenia.
f.
Ditemukannya normoblas di dalam darah
tepi.
· Pemeriksaan
Sumsum tulang :
a.
Eritropoesis: sel besar-besar, pertumbuhan
sitoplasma lebih cepat dari pada inti, banyak ditemukan sel primitif
(promegaloblas dan megaloblas basofil).
b.
Lekopoesis: sel besar-besar, banyak
ditemukan granulosit atifikal, giant netrofil batang, terjadi disosiasi inti
dan sitoplasma (misalnya mielosit granula jarang), hipersegmentasi sel
netrofil.
c.
Trombopoesis:
megakariosit biasanya menurun, atifikal, agranulasi, terjadi hipersegmentasi
nukleus.
1.
Untuk kekurangan vitamin B12 :
·
Anamnesa makanan
·
Tes absorbsi vitamin B12 dengan dan tanpa
faktor intrinsik
·
Penentuan faktor intrinsik dan antibodi
terhadap sel di lambung
·
Endoskopi, foto saluran makanan bagian
atas, follow through
·
Analisis cairan lambung
2.
Untuk kekurangan asam folat :
·
Anamnesa makanan
·
Tes-tes malabsorbsi
·
Biopsi jejenum
·
Tanda-tanda penyakit dasar penyebab
1.8 PENATALAKSANAAN
Terapi
pengobatan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Terapi suportif : Transfusi bila ada
hipoksia dan suspensi trombosit bila trombositopenia mengancam jiwa.
2.
Terapi untuk defisiensi vitamin B12
Terapi yang biasa digunakan untuk
mengatasi terapi defisiensi vitamin B12 adalah sebagai berikut:
a. Diberikan vitamin
B12 100-1000 Ug intramuskular sehari selama dua minggu, selanjutnya 100-1000 Ug
IM setia bulan. Bila ada kelainan neurologist, terlebih dahulu diberikan setiap
dua minggu selama enam bulan, baru kemudian diberikan sebulan sekali. Bila
penderita sensitif terhadap pemberian suntikan dapat diberikan seara oral
1000 Ug sekali sehari, asal tidak terdapat gangguan absopsi.
Vegetarian dapat dicegah atau ditangani dengan penambahan vitamin per oral atau
melalui susu kedelai yang diperkaya.
b. Transfusi darah
sebaiknya dihindari, kecuali bila ada dugaan kegagalan faal jantung, hipotensi
postural, renjatan atau infeksi berat. Bila diperlukan transfusi darah
sebaiknya diberi eritrosit yang di endapkan (PRC).
3.
Terapi untuk defisiensi asam folat
·
Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral
selama empat bulan, asal tidak terdapat gangguan absopsi.
·
Diet makanan yang kaya akan asam folat
BAB 2
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
a. Mengkaji identitas klien yang meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan
dan alamat.
b. Keluhan Utama : Pusing,
kelelahan dan sesak nafas.
c. Riwayat Kesehatan:
· RKD
( Riwayat Kesehatan Dahulu)
Kemungkinan
klien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat, Fe dan vitamin
B12.
· RKK
(Riwayat Kesehatan Keluarga).
· RKS
(Riwayat Kesehatan Sekarang):
a. Klien terlihat
keletihan dan lemah.
b. Muka klien
pucat.
c. Mengeluh nyeri
mulut dan lidah.
d.
Kebutuhan dasar Manusia :
1. Aktivitas /
Istirahat
Gejala :
·
Keletihan, kelemahan otot, malaise umum.
·
Kehilangan produktifitas, penurunan
semangat untuk bekerja.
·
Toleransi terhadap latihan rendah.
·
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat
lebih banyak.
Tanda :
·
Takikardia, takipnea, dipsnea pada saat
beraktivitas atau istirahat.
·
Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan
kurang tertarik pada sekitarnya.
·
Ataksia, tubuh tidak tegak, kelemahan
otot dan penurunan kekuatan.
·
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan
lambat dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletih.
2.
Sirkulasi
· Gejala
: Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya: perdarahan GI kronis, menstruasi
berat, angina pektoris, dan riwayat endokarditis infektif kronis.
· Tanda
: palpitasi, takikardi, tekanan nadi lebar, disritmia, bunyi jantung murmur
sistolik, pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir
dan dasar kuku), dispnea dan orthopnea.
3. Integritas
Ego
· Gejala
: Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan misalnya penolakan
transfusi darah.
· Tanda
: Depresi
4. Eliminasi
· Gejala
: Sindrom malabsorpsi, gagal ginjal, hematemesisi, feses dengan darah segar, melena,
diare, konstipasi, penurunan haluaran urine.
· Tanda
: distensi abdomen.
5. Makanan
/ cairan
· Gejala
: Penurunan masukan diet, nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada
faring), anoreksi, mual, muntah, dispepsia, adanya penurunan berat badan.
· Tanda
: Membrane mukusa kering, pucat, turgor kulit buruk, kering, tidak elastis, stomatitis,
glositis dan inflamasi pada bibir.
6. Neurosensori
· Gejala
: Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidakmampuan
berkonsentrasi, insomnia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata, kelemahan,
keseimbangan buruk.
· Tanda
: Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis, tidak mampu berespon lambat dan
dangkal, gangguan koordinasi, epistaksis, hemoragis retina.
7. Pernapasan
· Gejala
: Napas pendek pada istirahat dan aktivitas, riwayat TBC dan abses paru
· Tanda
: Takipnea, ortopnea dan dispnea.
Integumen : kulit berminyak, pucat
sampai kuning, sklera agak ikterik, bibir dan mukosa sangat pucat.
e.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Jumlah
darah lengkap : Hematokrit menurun dan Hb menurun 4 sampai 5 gr/100ml.
2. Jumlah
eritrosit menurun, SDM bervariasi, ukuran abnormal (anisositosis), SDM bentuk
abnormal bervariasi (poikilositosis).
3. LED
: peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misalnya peningkatan
kerusakan SDM.
4. Sel
darah Putih : Meningkat (hemolitik), atau menurun (aplastik).
5. Jumlah
trombosit : Menurun ( Aplastik), meningkat (DB), normal atau tinggi
(Hemolitik).
6. Tes
Schiling : penurunan ekskresi vitamin B12 urine (aplastik).
7. Folat
serum dan vitamin B12 : membantu mendiagnosa anemia sehubungan dengan
defisiensi masuknya/absorbsi.
8. Aspirasi
sumsum tulang/biopsi : sel mungkin nampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan
bentuk, membentuk membedakan tipe anemia, misalnya : peningkatan megaloblastik.
9. Analisa
lambung : tidak ada asam klorida (HCL) bebeas setelah penyuntikan pengastrin
atau histamin.
f.
Kemungkinan Komplikasi
·
Kardiomegali
·
GJK
·
Gastritis
·
Halusinasi
·
Infeksi
g. Penatalaksanaan
medis
· Terapi
pemberian vitamin B12
· Pemberian
zat besi
· Obat
kumur antijamur, analgesik
· Pemantauan
TTV.
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
yang muncul pada Anemia Megaloblastik, antara lain:
1) Perubahan
perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen/nutrisi ke sel.
2) Intoleransi
aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan
kebutuhan.
3) Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan/absorpsi nutrisi yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
4) Resiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi.
5) Risiko
tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leukopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
6) Konstipasi
atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses
pencernaan, efek samping terapi obat.
7) Kurang
pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi.
2.3 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN DAN
RASIONAL
1.
Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen/nutrisi ke sel.
Tujuan : Peningkatan
perfusi jaringan yang adekuat.
Kriteria Hasil :
Klien menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil, membran mukosa
berwarna merah muda,haluaran urin adekuat.
Intervensi
dan Rasional :
1.
Awasi tanda-tanda vital kaji pengisian
kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku dan CRT.
· Rasional
: Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menetukan kebutuhan intervensi.
2.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
toleransi.
· Rasional
: Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
3.
Awasi upaya pernapasan dan auskultasi
bunyi napas.
· Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan
jantung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
4.
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
· Rasional
: Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
5.
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan
laboraturium.
a. Berikan
sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
· Rasional
: Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi untuk
menurunkan resiko perdarahan.
b. Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
· Rasional
: Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
2. Intoleransi
aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan
kebutuhan.
Tujuan : Dapat mempertahankan /meningkatkan
ambulasi/aktivitas.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan
peningkatan aktivitas (toleransi termasuk aktivitas sehari-hari).
b. Menunjukkan
penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan
darah masih dalam rentang normal.
Intervensi dan Rasional
:
1. Kaji
kemampuan ADL pasien.
· Rasional
: Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2. Kaji
kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
· Rasional
: Menunjukkan perubahan neurologi karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan
pasien/risiko cedera.
3. Observasi
tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
· Rasional
: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan
lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan
tirah baring bila di indikasikan.
· Rasional
: Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan
menurunkan regangan jantung dan paru
5. Ubah
posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
· Rasional
: hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, dan
peningkatan resiko cidera.
6. Berikan
bantuan dalam aktivitas /ambulansi bila perlu.
· Rasional
: membantu mobilisasi kepada klien.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan /absorpsi
nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
· Menunujukkan
peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
· Tidak
mengalami tanda mal nutrisi.
· Menununjukkan
perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat
badan yang sesuai.
Intervensi
dan Rasional :
1. kaji
riwayat nutrisi termasuk makanan yang di sukai.
·
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga
kemungkinan intervensi.
2. Obserpasi
dan catat masukan makanan pasien.
·
Rasional : Mengawasi masukan kalori atau
kualitas kekurangan konsumsi makanan.
3. Berikan
makanan sedikit dan prekuensi sering
·
Rasional : Makanan sedikit dapat
menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan dan mencegah distensi.
4. Observasi
dan catat kejadian mual atau muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan.
·
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan
efek anemia (hipoksia) pada organ.
5. Berikan
dan Bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah makan,gunakan sikat gigi
halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila
mukosa oral luka.
·
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan
pemasukan oral, menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
Teknik perawatan mulut khusus mungkin di perlukan bila jringan rapuh, luka,
pendarahan dan nyeri berat.
6. Berikan
diet halus, jumlah serat, hindari makanan panas, pedas atau terlalu asam sesuai
indikasi.
·
Rasional : bila ada lesi oral, nyeri
dapat membatasi tipe makanan yang dapat di toleransi pasien.
7. Kolaborasi
dengan ahli gizi.
·
Rasional : Membantu dalam membuat
rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individu.
8. Pantau
pemerikasaan laboratorium misalnya Hb / Ht, albumin, protein, besi serum, B12,
asam folat, elektrolit serum.
·
Rasional : meningkatkan efektivitas
program pengobatan termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
9. Berika
obat sesuai indikasi misalnya vitamin dan suplemen mineral (vitamin B12, asam
folat(flovite), asam askorbat(vit C), besi dextran (IM/IV)), tambahan besi
oral, HCL, anti jamur.
·
Rasional : kebutuhan penggantian
tergantung pada tipe anemia atau adanya masukan oral yang buruk dan defisiensi
yang di identifikasi. Diberikan sampai defisit diperkrakan teratasi dan di
simpan untuk yang tak dapat di absorpsi atau terapi besi oral, atau bila
kehilang darah terlalu cepat untuk penggantian oral secara efektif. mempunyai
sifat absorpsi vitamin B12 selama minggu pertama terapi.
4.
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d perubahan
sirkulasi.
Tujuan
: Tidak adanya kerusakan pada jaringan tubuh dan sirkulasi peredaran darah
kembali normal.
Kriteria
Hasil :
1.
Mempertahankan integritas kulit.
2.
Mengidentifikasikan faktor resiko atau
perilaku individu untuk mencegah cidera dermal
Intervensi :
1. Kaji
integritas kulit dan catat perubahan pada turgor, gangguan warna.
·
Rasional : kondisi kulit dipengaruhi
oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan
cenderung menjadi infeksi dan rusak.
2. Ubah
posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak
atau ditempat tidur.
·
Rasional : Meningkatkan sirkulasi ke
semua area kulit dan membatasi iskemik jaringan atau mempengaruhi hipoksia
seluler.
3. Upayakan
permukaan kulit yang kering dan bersih.
·
Rasional : Area lembab, terkontaminasi
memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik.
4. Bantu
untuk latihan gerak aktif pasif.
·
Rasional : Meningkatkan sirkulasi
jaringan dan mencegah statis.
5. Hindari
tekanan yang lama.
·
Rasional : Mencegah perluasan luka.
5.
Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leukopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
Tujuan
: Infeksi tidak dapat terjadi.
Kriteria
Hasil :
a. Mengidentifikasi
perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
b. Meningkatkan
penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi
dan Rasional :
1.
Tingkatkan cuci tangan yang baik, oleh
pemberi perawatan dan pasien.
·
Rasional : mencegah kontaminasi
silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik
dapat berisiko akibat flora normal kulit.
2. Pertahankan
teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
·
Rasional : menurunkan risiko
kolonisasi/infeksi bakteri.
3. Berikan
perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
·
Rasional : menurunkan risiko kerusakan
kulit/jaringan dan infeksi.
4. Motivasi
perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
·
Rasional : meningkatkan ventilasi semua
segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5. Pantau
suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
·
Rasional : adanya proses
inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
6. Amati
eritema/cairan luka.
·
Rasional : indikator infeksi lokal.
Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
7. Kolaborasi dengan tim medis.
Berikan antiseptic topikal,
antibiotik sistemik.
·
Rasional : mungkin digunakan secara
propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi
local.
6.
Konstipasi
atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses
pencernaan, efek samping terapi obat.
Tujuan
: Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria
Hasil : Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai
penyebab, factor pemberat.
Intervensi dan Rasional
:
1. Observasi
warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah.
·
Rasional : Membantu mengidentifikasi
penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
2. Auskultasi
bunyi usus.
·
Rasional : bunyi usus secara umum
meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
3. Awasi
intake dan output serta haluaran urin
(makanan dan cairan).
·
Rasional : dapat mengidentifikasi
dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi
diet.
4. Hindari
makanan yang membentuk gas.
·
Rasional : menurunkan distress gastrik
dan distensi abdomen.
5. Kolaborasi
ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk serta Berikan obat
antidiare, misalnya defenoxilat hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat
mengabsorpsi air, misalnya Metamucil.
·
Rasional : menurunkan motilitas usus
bila diare terjadi dan serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air
dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan
bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
7.
Kurang
pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pasien mengerti dan memahami
tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria Hasil :
· Pasien
menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
· Mengidentifikasi
factor penyebab.
· Melakukan
tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi
dan Rasional :
1. Berikan
informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung
pada tipe dan beratnya anemia.
·
Rasional : memberikan dasar pengetahuan
sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat
meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
2. Tinjau
tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostik.
·
Rasional : ansietas/ketakutan tentang
ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung.
Pengetahuan menurunkan ansietas.
3. Kaji
tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
·
Rasional : megetahui seberapa jauh
pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
4. Anjurkan
klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
·
Rasional : diet dan pola makan yang
tepat membantu proses penyembuhan.
5. Mengetahui
seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan.
·
Rasional : Minta klien dan keluarga
mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
2.4 EVALUASI
1. S: Klien mengatakan
kondisi membaik, pasien mengatakan tidak sesak nafas dan tidak pusing.
O: TD ( 120/80 mmHg), membran
mukosa berwarna merah muda, haluaran urin adekuat (kurang lebih 1500 ml/24 jam). RR (20x/menit), nadi 80x/menit,suhu
36°C. Turgor kulit dan CRT kembali 2 detik dan membaik serta konjungtiva merah
muda. Hb dalam keadaan normal.
A: Intervensi berhasil semua
P: Hentikan intervensi.
2.
S: Pasien melaporkan peningkatan aktivitas (toleransi termasuk aktivitas
sehari-hari), pasien dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan dari
keluarga maupun perawat, dan pasien tidak mengalami kesulitan dalam bergerak.
O: Kekuatan otot kaki ka/ki (5/5), tangan ka/ki (5/5), GCS : 15
(E:4,V:5,M:6), pasien dapat melakukan aktivitas seperti biasa, dapat duduk dan
bangun sendiri. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (Td :120/80, S: 37 C,
RR: 21 x/mnt.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan
intervensi
3.
S: Pasien mengatakan
pola makan sudah baik dengan habis setiap porsi, mual dan muntah tidak terjadi.
O: Makan 3x/hari, BB 50 kg, TB
160mm, tidak terdapat tanda-tanda kurang nutrisi separti: Penurunan BB, pola
makan pasien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan baik. Pasien
terlihat bugar badannya dan tidak lemah.
A: Masalh
teratasi
P: Hentikan Intervensi
4. S: -
O:
Peredaran darah normal,pasien dapt mencegah (mengatasi) perdarahan, pasien
dapat mempertahankan integritas kulitnya dengan meningkatkan kecukupan gizi,
turgor kulit dan CRT kembali normal, keadaan kulit kering.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan Intervensi
5. S: pasien mengatakan
luka yang ada sudah tidak terasa sakit, panas maupun nyeri, luka sudah
mengering dan sudah membentuk jaringan yang baru.
O: Pasien dapat
mencegah/menurunkan risiko infeksi, penyembuhan luka meningkat, produksi drainase
purulen atau eritema menurun, dan demam pasien turun hingga taraf normal(36°C),
integritas kulit sudah membaik.
A: Masalah
teratasi
P: Hentikan
intervensi
6. S: Pasien mengatakan pola eliminasi sudah normal (seperti
pola BAB sebelum sakit), BAB 1-2 x/ hari.
O: BAB 1-2x/hari, warna
kuning, konsistensi berbentuk lunak tidak keras, jumlah tidak lebih dari 200ml.
A: Masalah teratasi(pasien pulang).
P: Hentikan intervensi
7. S: Pasien mengatakan paham tentang proses penyakit
yang di derita.
O: Pasien dapat mengatasi
tentang masalahnya, pasien paham tentang penyakitnya, pasien mendapatkan
informasi tentang penyakitnya dan dapat menerapkan informasi yang di dapatnya
pada saat pasien sakit.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervansi
BAB 3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Anemia Megaloblastik
adalah sekelompok anemia yang khas ditandai oleh adanya eritoblas yang besar
dalam sumsum tulang sebagai akibat dari maturasi inti sel-sel tersebut adalah
megaloblas. Sel megaloblas adalah sel precursor eritrosit dengan bentuk sel
yang besar dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan
kromosom yang longgar.Penyebab anemia
megaloblastik adalah defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat. Menurut
penyebabnya anamia megaloblastik di bagi menjadi tiga yaitu anemia
megaloblastik karena defisiensi vitamin B12, anamia megaloblastik karena
defisiensi asam folat,dan anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi
vitamin B12 dan asam folat. Gejala klinis yang biasanya muncul pada anemia
megaloblastik adalah sebagai berikut :
· Tubuh lemah, tidak bertenaga dan pucat.
· Anemia karena eritropoesis yang inefektif.
· Ikterus ringan akibat pemecahan
hemoglobinmeninggi karena usia eritrosit memendek.
· Glositis dengan lidah berwarna merah, halus,
seperti daging (buff tongue), stomatitis angularis, anoreksia, diare,nyeri dan
gejala sindrom malabsorbsi ringan.
· Penurunan jumlah hematokrit dan Hb.
· Selain
mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 yang berat juga
mempengaruhi
· Penurunan fungsi intelektual.
· Gangguan keseimbangan dan terjadi perubahan
sebral, demensia,dll.
Pemeriksaan yang dilakukan pada
penderita anemia megaloblastik adala pemeriksaan sel darah tepi dan pemeriksaan
sumsum tulang. Penatalaksanaan pada penderita anemia megaloblastik adalah
terapi suportif, terapi untuk defisiensi vitamin B12, terapi untuk defisiensi
asamfolat,terapi untuk penyakit dasar.
3.2
SARAN
Pada penderita anemia megaloblastik harus dilakukan
pemeriksaan sel darah tepi dan sumsum
tulang untuk mengetahui kondisi sel darah merah dan jenis dari anemia
megaloblastik itu sendiri. Terapi untuk penderita anemia megaloblastik di
tentukan oleh jenis anemianya, hal tersebut bertujuan agar dalam penyembuhan
anemia tidak terjadi kesalahan.contohnya pada penderita anamia megaloblastik
defisiensi vitamin B12, penatalaksanaanya adalah dengan terapi untuk defisiensi
vitamin B12 bukan terapi untuk dafisiensi asam folat sehingga bila pengobatan
benar sesuai penyebab dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Arief,
et.al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi 3 Jilid 1. FKUI : Media Aesculapius.
Doenges,
Marilynn. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.
Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2001. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Price,
Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi.
Jakarta : EGC.
Susan,
Martin Tuckler.et.al. 1998. Standar
Keperawatan Pasien.Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar