ASKEP ANEMIA SEL SABIT
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyakit sel sabit adalah
hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah merah (SDM) mengandung
hemoglobin abnormal. Anemia sel sabit (atau penyakit Hemoglobin S) adalah salah
satu hemoglobinopati yang paling umum terlihat dan berat. Gambaran menonjol
dari hemoglobinopati adalah timbulnya sabit pada SDM. Semua hemoglobinopati
menghasilkan manifestasi yang sama; namun, anemia sel sabit di mana tegangan
oksigen dari darah menurun, Hb berpolimer, Hb rusak, dan SDM menjadi berbentuk
sabit. Saat jaringan menjadi lebih hipoksik, makin terjadi bentuk sabit dan
terjadi sabit. Sel-sel sabit dirusak oleh limpa dan lebih rapuh daripada SDM
normal. Lama hidup SDM juga menurun dari normalnya 120 hari menjadi 17 hari
(Martinelli, 1991). Perkembangan ini menyebabkan anemia. Sel sabit menghalangi
aliran darah yang menyebabkan hipoksia lanjut, yang sebaliknya menyebabkan
pembentukan sabit lanjut.
Prevalensi gen sel sabit yang tinggi
terdapat di bagian tropik yang dapat mencapai hingga 40% di daerah tertentu.
Prevalensi Hb S lebih rendah didapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia
dan beberapa bagian di India. Insiden diantara orang Amerika berkulit hitam
adalah sekitar 8% sedangkan status homozigot yang diturunkan secara resesif
berkisar antara 0,3-1,5%.
Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit
merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh
hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orangtua. Oleh karena itu, pasien
homozigot (Gelehertr, 1999). Individu heterozigot (gen abnormal diwariskan
hanya dari salah satu oarangtua) dikatakan memiliki sifat sel sabit.
Individu-individu ini umumnya asimtomatik dan memiliki usia harapan hidup yang
normal. Sifat sel sabit tidak memperpendek harapan hidup seseorang atau
menyebabkan anemia. Ini tidak berubah jadi anemia sel sabit. Namun, selama
pemajanan pada lingkungan dengan oksigen sangat rendah, seperti pada saat
anestasi, di tempat ketinggian, penerbangan tanpa tekanan dan pada penyakit
paru obstruktif kronis (COPD), SDM dari individu dengan sel sabit dapat
membentuk sabit yang menyebabkan hipoksia jaringan sementara SDM kembali ke
bentuk normal setelah individu kembali ke lingkungan dengan oksigen normal.
Kebanyakan individu dengan penyakit
sel sabit menikmati tingkat fungsi yang sesuai bila mereka tidak mengalami
komplikasi. Rata-rata lama hidup untuk individu dengan anemia sel sabit adalah
42 tahun (Martinelli, 1991). Stroke, gagal ginjal, dan kerusakan jantung adalah
penyebab dari kematian.
B.
Rumusan Masalah
Penderita selalu mengalami berbagai
tingkat anemia, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya. Berbagai
hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, bisa menyebabkan
terjadinya krisis sel sabit
C. Tujuan
Permasalahan
1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran secara
umum tentang asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit.
2. Tujuan khusus
Ø Mampu
memahami teori tentang anemia sel sabit
Ø Mampu
melakukan pengkajian pada penderita yang menderita anemia sel sabit.
Ø Mampu merumuskan
diagnosa keperawatan untuk pasien yang menderita anemia sel sabit
Ø Mampu
menyusun rencana keperawatan untuk pasien yang menderita anemia sel sabit
Ø Mampu
mengaplikasikan tindakan keperawatan yang telah dipelajari pada pasien anemia
sel sabit.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
Anemia sel sabit adalah sejenis
anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena
adanya hemoglobin abnormal.(Noer Sjaifullah,1999)
Anemia sel sabit adalah anemia
hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai
dengan serangan nyeri.(Suzanne C. Smeltzer, 2002) Anemia Sel Sabit
(Sickle cell anemia).Disebut juga anemia
drepanositik, meniskositosis, penyakit hemoglobin S.
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu
penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang
berbentuk sabit dan anemia hemolitik
kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
B.
Anatomi Fisiologi
Sel darah merah atau eritrosit
adalah merupakan cairan bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter
8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah tebalnya 1 m atau kurang. Karena
sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi
konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari
antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah
seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang
mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal
melalui serangkaian dapar intraselluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2
pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme, masing-masing mengandung
sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat
sempurna.
C.
Etiologi
Penyakit sel sabit adalah
hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur hemoglobin. Kelainan
struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin. Globin
tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A
normal karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu pasang
rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada posisi itu.
Substitusi asam amino pada penyakit
sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin
jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel-sel darah
merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku serta berbentuk sabit.
·
Sel Darah Merah Berbentuk Sabit
Deoksigenasi dapat terjadi karena
banyak alasan. Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi mikro secara
lebih lambat daripada eritrosit normal, menyebabakan deoksigenasi menjadi lebih
lama. Eritrosit Hb S melekat pada endotel, yang kemudian memperlambat aliran
darah. Peningkatan deoksigenasi dapat mengakibatkan SDM berada di bawah titik
kritis dan mengakibatkan pembentukan sabit di dalam mikrovaskular. Karena
kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak teratur, sel-sel sabit berkelompok,
dan menyebabkan sumbatan pembuluh darah, krisis nyeri, dan infark organ
(Linker, 2001). Berulangnya episode pembentukan sabit dan kembali ke bentuk
normal menyebabkan membran sel menjadi rapuh dan terpecah-pecah. Sel-sel
kemudian mengalami hemolisis dan dibuang oleh sistem monositmakrofag. Dengan
demikian siklus hidup SDM jelas berkurang, dan meningkatnya kebutuhan
menyebabkan sumsum tulang melakukan penggantian. Hal-hal yang dapat menjadi
penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru,
anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam. (Price A Sylvia, 2006)
D.
PATHWAY
Dehidrasi
asidosis
Peningkatan deoksigenasi
E.
Patofisiologi
Defeknya adalah satu substitusi asam
amino pada rantai beta hemoglobin karena hemoglobin A normal mengandung dua
rantai α dan dua rantai β, maka terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai. Trait
sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga SDM masih mampu
mensintesa kedua rantai β dan βs, jadi mereka mempunyai hemoglobin A
dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat. Apabila dua
orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan membawa dua
gen abnormal dan hanya mempuntai rantai βs dan hanya hemoglobin S,
maka anak akan menderita anemia sel sabit. (Smeltzer C Suzanne, 2002)
F.
Gejala
Penderita selalu mengalami berbagai
tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang ringan, tetapi mereka
hanya memiliki sedikit gejala lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan
berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah raga berat, mendaki
gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit) bisa
menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang ditandai dengan:
- semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba
nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang-tulang panjang)
- demam, kadang sesak nafas.
Nyeri perut bisa sangat hebat dan
bisa penderita bisa mengalami muntah; gejala ini mirip dengan apendisitis atau suatu kista indung telur. Pada anak-anak,
bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma dada, yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan
bernafas. Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi
diduga akibat suatu infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya
bekuan darah atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat
pembuluh darah).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita cenderung mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya. Infeksi virus bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama-lama hati menjadi lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah merah yang hancur.
Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur. Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang. Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan.
Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi. Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri ketika mengalami ereksi).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita cenderung mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya. Infeksi virus bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama-lama hati menjadi lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah merah yang hancur.
Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur. Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang. Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan.
Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi. Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri ketika mengalami ereksi).
G.
Manifestasi Klinik
NO
|
SISTEM
|
KOMPLIKASI
|
TANDA DAN GEJALA
|
1
2
3.
4
5
6.
7.
8
|
Jantung
Pernapasan
Saraf Pusat
Genitourinaria
Gastrointestinal
Kulit
Skeletal
Okular
|
Ulkus tungkai kronis
Nekrosis aseptik kaput femoris dan
kaput humeri
Ablasio retina, penyakit pembuluh
darah perifer, perdarahan
Kolesistitis, fibrosis hati, abses
hati
Disfungsi ginjal
Trombosis serebral
Infark paru, pneumonia
Gagal jantung kongestif
|
Kardiomegali, takikardi, napas
pendek, dispnea sewaktu kerja fisik, gelisah
Nyeri,
ulkus terbuka dan mengering
Afasia, pusing, kejang, sakit
kepala, disfungsi usus dan kandung kemih
Nyeri pinggang, hematuria
Nyeri perut,
hepatomegali, demam
Nyeri, perubahan penglihatan, buta
Nyeri,
mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki
Nyeri dada, batuk, sesak napas,
demam, gelisah
|
H.
Prognosis/ penatalaksanaan
Sekitar 60% pasien anemia sel sabit
mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan terjadinya anemia
sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh
beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau
emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak. Orang dewasa
dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang
disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang
sesuai. Transfusi SDM hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis
aplastik. Pada kehamilan usuhakan agar Hb 10-12 g/dl pada trimester ketiga.
Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum
memilih pasangan hidup adalah untuk mencegah keturunan yang homozigot dan
mengurangi kemungkinan heterozigot.(Noer Sjaifullah, 1999)
I.
Pengobatan
Sampai saat ini belum diketahui ada
pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan sabit, karena itu pengobatan
secara primer ditujukan untuk pencegahan dan penunjang. Karena infeksi
tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada pencegahan
infeksi, deteksi dini dan pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan akan
mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang
besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami hipoksia.
Nyeri hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder terhadap adanya infeksi
dapat mengenai setiap bagian tubuh. Transfusi hanya diperlukan selama terjadi
krisis aplastik atau hemolitis. Transfusi juga diperlukan selama kehamilan.
Penderita seringkali cacat karena adanya nyeri berulang yang kronik karena
adanya kejadian-kejadian oklusi pada pembuluh darah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Data-data yang perlu dikaji dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita anemia sel sabit yaitu
:
1. Pengumpulan data
a. Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b. Identitas penanggung
c. Keluhan utama dan
riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama: pada keluhan utama
akan nampak semua apa yang dirasakan pasien pada saat itu seperti kelemahan,
nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat
kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu
yang pernah diderita.
d. Riwayat kesehatan
keluarga
Penyakit anemia sel sabit dapat
disebabkan oleh kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang
sama-sama trait sel sabit
e. Riwayat kesehatan
sekarang
1. Klien
terlihat keletihan dan lemah
2. Muka klien
pucat dan klien mengalami palpitasi
3. Mengeluh
nyeri mulut dan lidah
f. Pemeriksaan fisik
- Aktivitas/
istirahat
Gejala: Keletihan/
kelemahan terus-menerus sepanjang hari, kehilangan produktivitas,
kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat
Tanda: Tidak
bergairah, gangguan gaya berjalan (nyeri)
- Sirkulasi
Gejala:
Palpitasi
atau nyeri dada anginal
Tanda: Takikardi,
disritmia (hipoksia), tekanan darah menurun, nadi lemah,
pernapasan lambat, warna kulit pucat
atau sianosis, konjungtiva pucat.
- Eliminasi
Gejala:
Sering
berkemih, nokturia ( berkemih malam hari)
Tanda: Nyeri tekan
pada abdomen, hepatomegali, asites, urine encer, kuning pucat,
hematuria, berat jenis urine menurun
- Integritas
ego
Gejala: Mudah
marah, kuatir, takut
Tanda:
Ansietas,
gelisah
- Makanan/
cairan
Gejala:
Haus,
anoreksia, mual/ muntah
Tanda:
Penurunan
berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas cubitan, tampak kulit
dan membran mukosa kering.
- Hygiene
Gejala:
Keletihan/
kelemahan, kesulitan mempertahankan nyeri
Tanda: Ceroboh,
penampilan tidak rapi
- Neurosensori
Gejala: Sakit
kepala/ pusing, gangguan penglihatan, kesemutan pada ekstremitas
Tanda: Kelemahan
otot, penurunan kekuatan otot, ataksia, kejang
- Nyeri/
kenyamanan
Gejala: Nyeri
punggung, sakit kepala
Tanda: Penurunana
rentang gerak, gelisah
- Pernapasan
Gejala: Dispnea
saat bekerja/ istirahat
Tanda: Distres
pernapasan akut, bunyi bronkial, bunyi napas menurun, mengi
- Keamanan
Gejala:
Riwayat
transfusi
Tanda: Demam
ringan, gangguan penglihatan, gangguan ketajaman penglihatan
- Seksualitas
Gejala:
Kehilangan
libido, amenorea, priapisme
Tanda: Maturitas
seksual terlambat, serviks dan dinding vagina (anemia)
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Jumlah Darah Lengkap ( JDL):
Leukosit dan trombosit menurun
b. Retikulosit: jumlah dapat
bervariasi dari 30% – 50%
c. Pewarnaan SDM: menunjukkan
sebagian sabit atau lengkap
d. LED: meningkat
e. Eritrosit: menurun
f. GDA: dapat menunjukkan penurunan
PO2
g. Billirubin serum: meningkat
h. LDH: meningkat
i. TIBC: normal sampai menurun
j. IVP: mungkin dilakukan untuk
mengevaluasi kerusakan ginjal
k. Radiografik tulang: mungkin
menunjukkan perubahan tulang
l. Rontgen: mungkin
menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis
C. Diagnosa
Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah.
2. Perubahan
perfusi jaringan yang berhubungan
dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil,
deposit besi, dan fibrosis.
3. Resiko tinggi
terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan cairan.
4. Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel
sabit dalam pembuluh darah.
5. Resiko tinggi
terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan
dengan gangguan sirkulasi.
6. Kurang
pengetahuan yang berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang penyakitnya.
D. Tindakan/ Intervensi Keperawatan
Diagnosa
keperawatan: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan
dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah, yang ditandai oleh:
dispnea, gelisah, takikardia, dan sianosis (hipoksia).
a. Tujuan Umum: Tidak terdapatnya sekret
b.Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan ventilasi/ oksigenasi dan bunyi
napas
normal.
Intervensi
|
Rasional
|
·
Mandiri
Awasi frekuensi/ kedalaman pernapasan, area sianosis.
Auskultasi bunyi napas, catat adanya/ takadanya, dan
bunyi adventisisus.
Kaji laporan nyeri dada dan peningkatan kelemahan.
Bantu dalam mengubah posisi, batuk dan napas dalam.
Kaji tingkat kesadaran.
Kaji toleransi aktivitas; tempatkan pasien pada
tirah baring.
Dorong pasien untuk memilih periode istirahat dan aktivitas.
Peragakan dan dorong penggunaan teknik relaksasi.
Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
Batasi pengunjung/ staf.
Kolaborasi
Berikan suplemen O2 sesuai indikasi.
Lakukan/ bantu fisioterapi dada.
Berikan pak SDM atau transfusi tukar sesuai indikasi.
|
Indikator keadekuatan fungsi pernapasan atau tingkat
gangguan dan kebutuhan/keefektifan terapi.
Terjadinya atelektasis dan stasis sekret dapat
mengganggu pertukaran gas.
Menggambarkan terjadinya infeksi paru, yang
meningkatkankerja jantung dan kebuttuhan oksigen.
Meningkatkan ekspansi dada optimal, memobilisasikan
sekresi, dan menurunkan stasis sekret.
Jaringan otak sangat sensitif pada penurunan oksigen
dan merupakan indikator dini terjadinya hipoksia.
Penurunan kebutuhan metabolik tubuh menurunkan
kebutuhan O2.
Melindungi dari kelelahan berlebihan.
Relaksasi menurunkan teganagn otot dan ansietas.
Masukan yang mencukupi perlu untuk mobilisasi
sekret.
Melindungi dari potensial sumber infeksi pernapasan.
Memaksimalkan transpor O2 ke jaringan,
khususnya pada adanya gangguan paru/ pneumonia.
Dilakukan untuk memobilisasi sekret dan meningkatkan
pengisian udara area paru.
Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, melarutkan
persentase hemoglobin S (untuk mencegah sabit) dan merusak sel sabit.
|
Diagnosa keperawatan:
Perubahan
perfusi jaringan yang berhubungan
dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil,
deposit besi, dan fibrosis, yang ditandai oleh: penurunan tanda vital, pucat,
gelisah, nyeri tulang, angina, dan gangguan penglihatan.
a.Tujuan Umum: Perfusi jaringan adekuat
b. Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan yang dibuktikan
oleh tanda vital yang stabil.
Diagnosa
keperawatan: Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan cairan, yang ditandai oleh: anoreksia, dehidrasi (muntah, diare,
demam).
a.Tujuan Umum: Intake cairan terpenuhi
b.Tujuan Khusus: Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
Awasi tanda vital dengan cermat. Kaji nadi untuk
frekuensi, irama, dan volume.
Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, sianosis,
diaforesis, pelambatan pengisian kapiler.
Catat perubahan dalam tingkat
kesadaran.
Pertahankan suhu lingkungan dan
kehangatan tubuh.
Pertahankan pemasukkan cairan adekuat.
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium,
mis. Darah lenkap, BUN
Berikan agen antisabit percobaan
(mis, natrium sianat) dengan hati-hati.
Berikan cairan hipo-osmolar (mis.
Cairan garam faal 0,45) melalui pompa infus.
|
Pengendapan dan sabit pembuluh perifer
dapat menimbulkan obliterasi lengkap/ terjadi penurunan perfusi jaringan pada
sekitar pembuluh darah.
Perubahan menunjukkan penurunan
sirkulasi/ hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler.
Mencegah vasokontriksi; membantu
dalam mempertahankan sirkulasi dan perfusi.
Dehidrasi tidak hanya menyebabkan
hipovolemia tetapi meningkatkan pembentukan sabit dan oklusi kapiler.
Perubahan dapat menunjukkan
penurunan perfusi SSP akibat iskemia atau infark.
Penurunan perfusi jaringan dapat
menimbulkan infark organ jaringan seperti otak, hati, limpa, ginjal dsb.
Agen antisabit ditujukan pada
hidup panjang eritrosit dan mencegah sabit dengan mempengaruhi perubahan
membran sel.
Hidrasi
menurunkan konsentrasi Hb S dalam SDM, yang menurunkan kecenderungan sabit,
dan juga menurunkan viskositas darah yang membantu untuk mempertahankan
perfusi.
|
Diagnosa
keperawatan: Nyeri yang berhubungan
dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah, yang ditandai oleh:
nyeri lokal, menyebar, berdenyut, perih, sakit kepala.
a.Tujuan Umum: Mengurangi nyeri
b.Tujuan Khusus: Menyatakan nyaeri berkurang; menunjukkan postur badan
rileks, bebas bergerak; meningkatkan asupan cairan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Kaji berat dan lokasi nyeri.
Tempat nyeri yang sering adalah sendi dan ekstremitas, dada, dan abdomen.
Berikan analgetik sesuai rsesp.
Perhitungkan pemakaian anagelsik yang dikontrol pasien.
Dukung asupan cairan peroral dan
berikan cairan IV sesuai resep; memantau asupan dan haluaran cairan.
Posisikan pasien dengan hati-hati
dan sangga daerah nyeri; dukung penggunaan teknik relaksasi dan latihan
pernapasan
|
Jaringan dan organ sangat peka
terhadap trombosis mikrosirkulasi dengan akibat kerusakan hipoksik; hipoksia
menyebabkan nyeri.
Anageltik oploid penting untuk
mengurangi nyeri yang berat.
Cairan akan memperbaiki hemodilusi
dan menguraiakn algutinasi sel sabit dalam pembuluh darah kecil
Nyeri sendi dapat dikurangi selama
krisis dengan gerakan yang hati-hati dan penggunaan kompres panas; teknik
relaksasi dan latihan pernapasan dapat berfungsi sebagai pelemas. Penyumbatan
pembuluh darah oleh sel sabit akan menurunkan sirkulasi
|
Diagnosa
keperawatan: Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan gangguan
sirkulasi, yang ditandai oleh: turgor kulit buruk, kulit kering, pucat.
a.Tujuan Umum: Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria: kulit
segar, sirkulasi darah lancar.
b.Tujuan Khusus: Mencegah cedera; berpartisipasi dalam perilaku untuk
menurunkan faktor resiko/kerusakan kuilt.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
Sering ubah posisi, bahkan bila
duduk di kursi.
Siapkan untuk/ bantu oksigenasi
pada ulkus.
Pertahankan permukaan kulit kering
dan bersih; linen kering/ bebas kerutan.
Tinggikan ekstremitas bawah bila
duduk.
Awasi tungkai terhadap kemerahan,
perhatikan dengan ketat terhadap pembentukan ulkus
Kolaborasi
Berikan kasur air atau tekanan
udara.
Awasi status area iskemik, ulkus.
Perhatikan distribusi, ukuran, kedalaman, karakter, dan drainase.
Inspeksi kulit/ titik tekanan
secara teratur untuk kemerahan, beriakan pijatan lembut
|
Memaksimalkan pemberian oksigen ke
jaringan, meningkatkan penyembuhan
Perbaikan atau lambanya
penyembuhan menunjukkan status perfusi jaringan dan keefektifan intervensi.
Menurunkan tekanan jaringan dan
membantu dalam memaksimalkan perfusi seluler untuk mencegah cedera.
Meningkatkan aliran balik vena
menurunkan stasis vena/ pembentukan edema
Potensi jalan masuk untuk
organisme patogen. Pda adnya gangguan sistem imun, ini meningkatkanresiko
infeksi/ pelambatan penyembuhan.
Lembab, area terkontaminasi
memberikan media yang baik untuk pertumbuhan organisme patogen.
Sirkulasi buruk pada jaringan,
mencegah kerusakan kulit.
Mencegah tekanan jaringan lama
dimana sirkulasi telah terganggu, menurunkan resiko trauma jaringan/ iskemia.
|
Diagnosa
keperawatan: Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakitnya, yang ditandai oleh: pertanyaan; meminta
informasi; tidak akurat mengikuti intruksi; dan ansietas.
a.Tujuan Umum: Memahami tentang penyakitnya
b.Tujuan Khusus: Menyatakan pemahaman proses penyakit, termasuk gejala
krisis; melakukan perilaku yang perlu/perubahan pola hidup untuk mencegah
komplikasi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Berikan informasi tentang
penyakitnya
Kaji pengetahuan pasien tentang
penyakitnya
Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4-6
liter cairan perhari.
Dorongb latihan rentang gerak dan
aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
|
Mencegah demineralisasi tulang dan
dapat menurunkan resiko fraktur.
Menberi pengetahuan berdasarkan
pola kemampuan pasien untuk memilih informasi
Mencegah dehidrasi dan konsekuensi
hiperviskositas yang dapat membuat sabit/ krisis.
Memberikan dasar pengethuan
sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan
dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
|
E. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah pengobatan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan
oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah
sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang
ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan
rencana haurs direvisi sesuai kebutuhan pasien.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran dari
keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi
merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan/
kriteria: evaluasi pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sebagai berikut:
Mengatakan pemahaman situasi/ faktor
resiko dan program pengobatan individu dengan kriteria:
1.
Menunjukkan teknik/ perilaku yang memampukan kembali
melakukan aktivitas.
2.
Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi
aktivitas.
Menyatakan
pemahaman proses penyakit dan pengobatan pengobatan dengan kriteria:
c. Mengidentifikasikan
hubungan tanda/ gejala penyebab.
d. Melakukan perubahan
perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
Mengidentifikasikan perasaan dan metode
untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria:
f. Menyatakan penerimaan diri
dan lamanya penyembuhan.
g. Menyukai diri sebagai orang
yang berguna.
Mempertahankan hidrasi adekuat
dengan kriteria:
h. Tanda-tanda vital stabil,
turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
Menunjukkan perilaku perubahan pola
hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai dengan
kriteria:
i.
Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan
denagn nilai laboratorium normal.
BAB IV
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Anemia sel sabit adalah sejenis
anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena
adanya hemoglobin abnormal. Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang
ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada
penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal,
sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel
menjadi seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.
Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit
merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh
hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orangtua. Hal-hal yang dapat menjadi
penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru,
anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam.
Gejala klinis yang biasa terjadi
pada seseorang yang gangguan anemia sel sabit dapat berupa : nyeri, pucat,
kelemahan dan keletihan, palpitasi, takikardia, diare dan penurunan haluaran
urin, penurunan nafsu makan, mual dan muntah, kulit kering, nafas pendek,
gangguan penglihatan dan demam.
Pengkajian yang dilakukan pada klien
yang anemia dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut: Kerusakan
pertukaran gas yang berhubungan dengan
penurunan kapasitas pembawa oksigen darah; perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/
kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis; resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan; nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel
sabit dalam pembuluh darah; resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit
yang berhubungan dengan gangguan
sirkulasi; serta kurang pengetahuan yang berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
Implementasi keperawatan pada klien
anemia sel sabit harus sesuai dengan intervensi atau rencana keperawatan yang
telah dibuat. Oleh karena itu perawat harus memberikan pelayanan kesehatan
secara komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
2.
Saran
Karena penyakit dapat menimbulkan
krisis yang berbahaya, mereka yang mengidap anemia sel sabit perlu bekerja
keras untuk mempertahankan kesehatan yang baik. Mereka dapat melakukan hal ini
dengan menjaga kebersiahn pribadi, dengan menghindari aktivitas yang berat yang
berkepanjangan, dan dengan mengkonsumsi makanan yang seimbang dan baik.
Para penderita anemia sel sabit
hendaknya juga melakukan pemeriksaan medis yang teratur. Jika penderita anemia
sel sabit sering melakukan pemeriksaan medis dengan teratur, maka ini
memungkinkan banyak penderita anemia sel sabit untuk hidup secara normal.
Dengan mengetahui konsep dasar dan
asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit, diharapkan dalam memberikan
pelayanan kesehatan harus secara profesional dan komprehensif sehingga
meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah
Buku Saku. EGC: Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC:
Jakarta
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah Volume 2. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Volume 2. EGC: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar