ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS
A.
DEFINISI
Epistaksis atau perdarahan hidung
dilaporkan timbul pada 60% populasi umum.Puncak kejadian dari epistaksis
didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 >50 tahun.
Epistaksia adalah pedarahan hidung yang
dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum(kelainan sistemik) .
Epistaksis bukan suatu penyakit , melainkan gejala suatu kelainan.
B.
ANATOMI DAN
FISIOLOGI HIDUNG
Hidung terdiri
dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid hidung
terdiri dari :
·
Pangkal hidung (bridge)
·
Dorsum nasi (dorsum=punggung)
·
Puncak hidung
·
Ala nasi (alae=sayap)
Fungsi hidung adalah untuk :
1. Jalan napas
2. Alat pengatur kondisi udara
(mengatur suhu dan kelembaban udara)
3. Penyaring udara
4. Sebagai indra penghidu (penciuman)
5. Untuk resonansi udara
6. Membantu proses bicara
7. Refleks nasal
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan
posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian
depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal
dari rongga hidung posterior melalui cabang arteri sfenopalatina.
Epistaksis
anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung.Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu
jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis
posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis
(mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus kiesselbach
yang berada pada dinding depan dari septum hidung.
C. KLASIFIKASI
1. Mimisan Depan
Jika yang luka adalah pembuluh darah
pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan' (=epistaksis
anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini.
Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selaput
lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan
biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu
maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang
menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau
tengadah.
Pada
pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat
hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat :
1. Mengorek-ngorek hidung
2. Terlalu lama menghirup udara kering,
misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC
3. Terlalu lama terpapar sinar matahari
4. Pilek atau sinusitis
5. Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya
relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti
sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti
memencet dan mengompres hidung dengan air dingin.
1.
Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan
sedikit ke depan. Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih
tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan.
Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak
jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah,
dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2.
Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan
dibawah tulang hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan
berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas
lewat mulut.
3.
Beri kompres dingin di daerah sekitar
hidung. Kompres
dingin membantu mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4.
Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung
dan menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
5.
Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban
sebaiknya dibawa ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon
(kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama
dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit
kedepan.
2.
Mimisan Belakang
Mimisan
belakang (epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah
rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih
berbahaya.Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak
menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang
biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang
cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah
cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan
mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada
yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1.
COB/COR (Cedera otak berat/Cedera otak ringan)
2.
Hipertensi
3.
Demam berdarah
4.
Tumor ganas hidung atau nasofaring
5.
Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
6.
Kekurangan vitamin C dan K.
7.
Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi.Oleh
karena itu, penderita harus segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang.
Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut
(faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut.Pada ujung yang keluar melalui
mulut ini dipasang kasa dan balon.Ujung kateter satunya yang ada di lubang
hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan menyumbat rongga hidung
bagian belakang.Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti. Jika tindakan
ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang
mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang
menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.
D.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang
dapat timbul :
·
Sinusitis
·
Septal hematom (bekuan darah pada sekat
hidung)
·
Deformitas (kelainan bentuk) hidung
·
Aspirasi (masuknya cairan ke saluran
napas bawah)
·
Kerusakan jaringan hidung
·
Infeksi
E. ETIOLOGI
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek
hidung, terjatuh,terpukul,bena asing di hidung, trauma pembedahan atau iritasi
gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus
paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti lepra dan
sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada
hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya
perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada penerbang maupun
penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat
menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan
epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.
Dua faktor yang paling penting dari
epistaksis pada anak-anak adalah :
o Trauma minor : mengorek hidung,
menggaruk, bersin, batuk atau mengedan.
o Mukosa hidung yang rapuh : terdapat
infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa, penggunaan steroid inhalasi
melalui hidung.
o Penyebab epistaksis lainnya adalah
adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip hidung, kelainan darah,
kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.
Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti
hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
2. Kelainan darah, seperti
trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam
berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada
kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti
penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia).
F. PATOFISIOLOGI
Rongga hidung
kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh
darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga
terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain
dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung
mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)
interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri
sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis
(fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari
cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis
superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach
(little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau
rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui
lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu
anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama
berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus
kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang arteri sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan
gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis
posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual,
muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan
G. PATHWAY
EPISTAKSIS
ANTERIOR
|
TRAUMA
MINOR, MUKOSA HIDUNG YG RAPUH
BENDA ASING,
dll
|
Arteri
Sfenopalatina
|
SISTEMIK
Hipertensi,
Influenza, Tumor Hidung dll.
|
Fleksus
Kiesselbach
|
EPISTAKSIS
POSTERIOR
|
Kematian
|
Jalan
napas tidak efektif
|
Perdarahan
(depan/belakang)
|
Perdarahan
|
Posisi
duduk
|
Posisi
terbaring/terlentang
|
Lambung
|
Mual
/ Muntah darah
|
Darah
menumpuk di faring
|
Paru
|
Lewat
hidung
|
H. PENATALAKSANAAN
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis
yang pertama adalah menjaga ABC
o
A : airway : pastikan jalan napas tidak
tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
o
B : breathing: pastikan proses bernapas
dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang mengalir ke
belakang tenggorokan
o
C : circulation : pastikan proses
perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus
intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasiposisikan pasien dengan duduk
menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah
penyumbatan jalan napas.
1. Hentikan perdarahan
ü
Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit
ü
Tekan hidung antara ibu jari dan jari
telunjuk
ü
Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa
faktor pencetus epistaksis dan hindari
2. Jika perdarahan berlanjut :
ü
Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
ü
Bawa ke fasilitas yang lengkap dimana
dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
ü
Dapat diberikan vasokonstriktor
(adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah perdarahan
ü
Apabila masih belum teratasi dapat
dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau pemasangan tampon
hidung.
Pemasangan tampon hidung anterior dilakukan dapat
menggunakan kapas yang ditetesi oleh obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin),
anastesia (lidocain atau pantocain 2%) dan salap antibiotik/vaselin atau
menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat vasokonstriktor dan anastesia dan
salap antibiotik/vaselin.
Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tampat perdarahan
yang multipel, perembesan darah yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan
profil darah tepi lengkap, protrombin time (PT), activated partial thromboplastin
time (aPTT), golongan darah dan crossmatching
I. PENGKAJIAN
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat,
suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita
mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
o Pasien pernah menderita penyakit
akut dan perdarahan hidung atau trauma
o Pernah mempunyai riwayat penyakit
THT
o Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit
yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya
dengan penyakit klien sekarang.
1. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang
dirasakan klien (cemas/sedih).
b. Interpersonal : hubungan dengan
orang lain.
2. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
sehat.
-
Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping.
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
-
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan
pada hidung.
c. Pola istirahat dan tidur.
-
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien
sering pilek.
d. Pola Persepsi dan konsep diri
-
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan
konsep diri menurun.
e. Pola sensorik
-
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat
pilekterus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum
, tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung
: rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
-
Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
-
Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
-
Gelisah
-
Penurunan tekanan darah
-
Peningkatan denyut nadi
-
Anemia
J. DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a) Perdarahan spontan berhubungan
dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
b) Obstruksi jalan nafas berhubungan
dengan bersihan jalan nafas tidak efektif.
c) Cemas berhubungan dengan perdarahan
yang diderita.
d) Nyeri akut berhubungan dengan
infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
K. PERENCANAAN
KEPERAWATAN
1. Perdarahan spontan berhubungan
dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal,
tidak anemis
INTERVENSI
o Monitor keadaan umum pasien
o Monitor tanda vital
o Monitor jumlah perdarahan psien
o Awasi jika terjadi anemia
o Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah
yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi, medikasi. (Diagnosa
NANDA,NIC,NOC).
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas
tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan
sianosis.
No.
|
Intervensi
|
Implementasi
|
Rasional
|
1
|
Mandiri
ü Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
ü Catatkemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif
|
ü Mengaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
ü Mencatatkemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif
|
ü Penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis,
ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi secret.
ü Sputumberdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh
kerusakan paru atau luka bronchial
|
ü Berikanposisi fowler atau semi fowler tinggi
ü Bersihkan sekret dari mulut dan trakea
ü Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250
ml/hari kecuali kontraindikasi
|
ü Memberikanposisi fowler atau semi fowler tinggi
ü Membersihkan sekret dari mulut dan trakea
ü Mempertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250
ml/hari kecuali kontraindikasi
|
ü Posisimembantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan
ü Mencegahobstruksi/aspirasi
ü Membantupengenceran sekret
|
|
2
|
Kolaborasi
ü Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator
|
ü Memerikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik,
ekspektoran, bronkodilator
|
ü Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk
membantu memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan
analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan
|
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan
yang diderita.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
-
Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola
kopingnya.
-
Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang
dideritanya serta pengobatannya.
No.
|
Intervensi
|
Implementasi
|
Rasional
|
1
|
·
Kaji tingkat kecemasan klien. R/
menentukan tindakan selanjutnya.
·
Berikan kenyamanan dan ketentraman
pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
-
Temani klien.
-
Perlihatkan rasa empati ( datang
dengan menyentuh klien).
·
Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang
jelas, singkat mudah dimengerti.
·
Singkirkan stimulasi yang
berlebihan.
-
Tempatkan klien diruangan yang
lebih tenang.
-
Batasi kontak dengan orang lain
/klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
·
Observasi tanda-tanda vital. Bila
perlu .
·
Kolaborasi dengan tim medis.
|
·
Mengkaji tingkat kecemasan klien.
·
Memberikan kenyamanan dan
ketentraman pada klien.
·
Memberikan penjelasan pada klien
tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang
jelas, singkat mudah dimengerti.
·
Menyingkirkan stimulasi yang
berlebihan.
·
Mengobservasi tanda-tanda vital.
·
Mengkolaborasi dengan tim medis.
|
·
Menentukan tindakan selanjutnya
·
Memudahkan penerimaan klien
terhadap informasi yang diberikan
·
Meningkatkan pemahaman klien
tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih
kooperatif
·
Dengan menghilangkan stimulus yang
mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
·
Mengetahui perkembangan klien
secara dini
·
Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien
|
4. Nyeri akut berhubungan dengan
infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
-
Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau
hilang
-
Klien tidak mengeluh kesakitan
No.
|
Intervensi
|
Implementasi
|
Rasional
|
1
|
·
Kaji tingkat nyeri klien.
·
Jelaskan sebab dan akibat nyeri
pada klien serta keluarganya.
·
Ajarkan tehnik relaksasi dan
distraksi.
·
Observasi tanda tanda vital dan
keluhan klien.
·
Kolaborasi dngan tim medis. Yaitu
:
Terapi
konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung.
|
·
Mengaji tingkat nyeri klien.
·
Menjelaskan sebab dan akibat nyeri
pada klien serta keluarganya.
·
Mengajarkan tehnik relaksasi dan
distraksi.
·
Mengobservasi tanda tanda vital
dan keluhan klien.
·
Mengolaborasi dngan tim medis.
|
·
Mengetahui tingkat nyeri klien
dalam menentukan tindakan selanjutnya.
·
Dengansebab dan akibat nyeri
diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
·
Klienmengetahui tehnik distraksi
dan relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
·
Mengetahui keadaan umum dan
perkembangan kondisi klien.
·
Menghilangkan /mengurangi keluhan
nyeri klien
|
L.
IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
M.
EVALUASI
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.
DAFTAR PUSTAKA
a. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta..
b. Balai Penerbit. FK. UI. 1998. Buku
Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta
c. Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana
Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
d. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S.
2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby. Philadelpia
e. MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing
Interventions Classification (NIC). Mosby. Philadelpia.
g. blog.ilmukeperawatan.com/epistaksis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar