my facebook

Selasa, 02 Oktober 2012

ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

A.    DEFINISI
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum.Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 >50 tahun.
Epistaksia adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum(kelainan sistemik) . Epistaksis bukan suatu penyakit , melainkan gejala suatu kelainan.

B.     ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid hidung terdiri dari :
·         Pangkal hidung (bridge)
·         Dorsum nasi (dorsum=punggung)
·         Puncak hidung
·         Ala nasi (alae=sayap)
Fungsi hidung adalah untuk :
1.      Jalan napas
2.      Alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)
3.      Penyaring udara
4.      Sebagai indra penghidu (penciuman)
5.      Untuk resonansi udara
6.      Membantu proses bicara
7.      Refleks nasal
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang arteri sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung.Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus kiesselbach yang berada pada dinding depan dari septum hidung.

C.     KLASIFIKASI
1.      Mimisan Depan
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selaput lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat :
1.      Mengorek-ngorek hidung
2.      Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC
3.      Terlalu lama terpapar sinar matahari
4.      Pilek atau sinusitis
5.      Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres hidung dengan air dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1.      Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan. Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2.      Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3.      Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4.      Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
5.      Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
2.      Mimisan Belakang
Mimisan belakang (epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya.Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1.      COB/COR (Cedera otak berat/Cedera otak ringan)
2.      Hipertensi
3.      Demam berdarah
4.      Tumor ganas hidung atau nasofaring
5.      Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
6.      Kekurangan vitamin C dan K.
7.      Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi.Oleh karena itu, penderita harus segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut.Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon.Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan menyumbat rongga hidung bagian belakang.Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.

D.    KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul :
·         Sinusitis
·         Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
·         Deformitas (kelainan bentuk) hidung
·         Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
·         Kerusakan jaringan hidung
·         Infeksi

E.     ETIOLOGI
Penyebab lokal :
1.      Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh,terpukul,bena asing di hidung, trauma pembedahan atau iritasi gas yang merangsang.
2.      Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti lepra dan sifilis.
3.      Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4.      Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
5.      Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk.
6.      Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.
Dua faktor yang paling penting dari epistaksis pada anak-anak adalah :
o   Trauma minor : mengorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan.
o   Mukosa hidung yang rapuh : terdapat infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa, penggunaan steroid inhalasi melalui hidung.
o   Penyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip hidung, kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.

Penyebab sistemik :
1.      Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
2.      Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3.      Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4.      Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5.      Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia).

F.      PATOFISIOLOGI
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang arteri sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan
G.    PATHWAY
EPISTAKSIS ANTERIOR
TRAUMA MINOR, MUKOSA HIDUNG YG RAPUH
BENDA ASING, dll
Arteri Sfenopalatina
SISTEMIK
Hipertensi, Influenza, Tumor Hidung dll.
Fleksus Kiesselbach
EPISTAKSIS POSTERIOR
 








Kematian
Jalan napas tidak efektif
Perdarahan (depan/belakang)
Perdarahan
Posisi duduk
Posisi terbaring/terlentang
Lambung
Mual / Muntah darah
Darah menumpuk di faring
Paru
Lewat hidung
 


















H.    PENATALAKSANAAN
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
o   A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
o   B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang   mengalir ke belakang tenggorokan
o   C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasiposisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas.
1.      Hentikan perdarahan
ü  Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit
ü  Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk
ü  Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan hindari
2.      Jika perdarahan berlanjut :
ü  Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
ü  Bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
ü  Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah perdarahan
ü  Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung.

Pemasangan tampon hidung anterior dilakukan dapat menggunakan kapas yang ditetesi oleh obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain atau pantocain 2%) dan salap antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat vasokonstriktor dan anastesia dan salap antibiotik/vaselin.
Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tampat perdarahan yang multipel, perembesan darah yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan profil darah tepi lengkap, protrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), golongan darah dan crossmatching

I.       PENGKAJIAN
1.      Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,
2.      Riwayat Penyakit sekarang :
3.      Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4.      Riwayat penyakit dahulu :
o   Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
o   Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
o   Pernah menedrita sakit gigi geraham
5.      Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
1.      Riwayat spikososial
a.       Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
b.      Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
2.      Pola fungsi kesehatan
a.       Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
-          Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
b.      Pola nutrisi dan metabolisme :
-          Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
c.       Pola istirahat dan tidur.
-          Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
d.      Pola Persepsi dan konsep diri
-          Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun.
e.       Pola sensorik
-          Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilekterus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
3.      Pemeriksaan fisik
a.       Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b.      Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
-          Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
-          Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
-          Gelisah
-          Penurunan tekanan darah
-          Peningkatan denyut nadi
-          Anemia

J.       DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a)      Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
b)      Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan bersihan jalan nafas tidak efektif.
c)      Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
d)     Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
K.    PERENCANAAN KEPERAWATAN
1.      Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
o   Monitor keadaan umum pasien
o   Monitor tanda vital
o   Monitor jumlah perdarahan psien
o   Awasi jika terjadi anemia
o   Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi, medikasi. (Diagnosa NANDA,NIC,NOC).
2.      Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis.
No.
Intervensi
Implementasi
Rasional
1
Mandiri
ü  Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
ü  Catatkemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif

ü  Mengaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
ü  Mencatatkemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif

ü  Penurunan bunyi nafas dapat menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi secret.
ü  Sputumberdarah kental atau cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial
ü  Berikanposisi fowler atau semi fowler tinggi
ü  Bersihkan sekret dari mulut dan trakea

ü  Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi
ü  Memberikanposisi fowler atau semi fowler tinggi
ü  Membersihkan sekret dari mulut dan trakea
ü  Mempertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi
ü  Posisimembantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan
ü  Mencegahobstruksi/aspirasi


ü  Membantupengenceran sekret
2
Kolaborasi
ü  Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator

ü  Memerikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator

ü  Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan

3.      Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
-          Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
-          Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
No.
Intervensi
Implementasi
Rasional
1
·         Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya.

·         Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
-          Temani klien.
-          Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien).
·         Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti.

·         Singkirkan stimulasi yang berlebihan.
-          Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
-          Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
·         Observasi tanda-tanda vital. Bila perlu .

·         Kolaborasi dengan tim medis.
·        Mengkaji tingkat kecemasan klien.


·        Memberikan kenyamanan dan ketentraman pada klien.








·         Memberikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti.
·         Menyingkirkan stimulasi yang berlebihan.









·         Mengobservasi tanda-tanda vital.

·         Mengkolaborasi dengan tim medis.



·         Menentukan tindakan selanjutnya


·         Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan







·         Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif


·         Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.





·         Mengetahui perkembangan klien secara dini
·         Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

4.      Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
-          Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
-          Klien tidak mengeluh kesakitan

No.
Intervensi
Implementasi
Rasional
1
·         Kaji tingkat nyeri klien.


·         Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya.


·         Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.



·         Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien.



·         Kolaborasi dngan tim medis. Yaitu :
Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung.
·         Mengaji tingkat nyeri klien.

·         Menjelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya.
·         Mengajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.


·         Mengobservasi tanda tanda vital dan keluhan klien.
·         Mengolaborasi dngan tim medis.
·         Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.
·         Dengansebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
·         Klienmengetahui tehnik distraksi dan relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
·         Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.

·         Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien
L.     IMPLEMENTASI
     Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
M.   EVALUASI
     Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.














DAFTAR PUSTAKA

a.       Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta..
b.      Balai Penerbit. FK. UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta
c.       Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
d.      Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby. Philadelpia
e.       MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby. Philadelpia.
g.      blog.ilmukeperawatan.com/epistaksis.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar