my facebook

Selasa, 09 Oktober 2012

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR


ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR FEMUR
BY       : N,s, AHMAD WAHUDI S,KEP. SPA
BAB I
PENDAHULUAN

Batang femur dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung, puntiran (twisting), atau pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada kecelakaan jalan raya. Femur merupakan tulang terbesar dalam tubuh dan batang femur pada orang dewasa sangat kuat. Dengan demikian, trauma langsung yang keras, seperti yang dapat dialami pada kecelakaan automobil, diperlukan untuk menimbulkan fraktur batang femur. Perdarahan interna yang masif dapat menimbulkan renjatan berat.
Penatalaksanaan fraktur ini mengalami banyak perubahan dalam waktu 10 tahun terakhir ini. Traksi dan spica casting atau cast bracing, meskipun merupakan penatalaksanaan non-invasif pilihan untuk anak-anak, mempunyai kerugian dalam hal me-merlukan masa berbaring dan rehabilitasi yang lama; oleh karena itu, penatalaksanaan ini tidak banyak digunakan pada orang dewasa.
Prinsip penanganan untuk patah tulang adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Cara imobilisasi dengan pin, sekrup, pelat atau alat lain (osteosintesis) merupakan langkah yang ditempuh bila cara non operatif seperti reposisi, gips, traksi dan manipulasi lainnya dirasa kurang memuaskan. Perlu diketahui, bahwa tidak semua dislokasi (posisi tulang yang bergeser dari tempat seharusnya) memerlukan reposisi untuk mencapai keadaan seperti sebelumnya karena tulang pun mempunyai mekanisme sendiri untuk menyesuaikan bentuknya agar kembali seperti bentuk semula (remodelling/swapugar).
Cara osteosintesis yang lazim digunakan adalah cara menurut Arbeisgemeinschaft für Osteosynthesefrage/AO yang mulai dikenal sekitar tahun 60an di Swiss, yang membuat luka patah tulang dapat sembuh tanpa pembentukan jaringan ikat dengan menggunakan fiksasi kuat bertekanan tinggi. Keuntungan dengan metode ini adalah gerakan dapat dimulai segera walaupun setelah setengah sampai dua tahun alat osteosintesis ini harus dikeluarkan yang membuat tempat fraktur tidak sekuat bila dibandingkan penyembuhan natural oleh tubuh sendiri (yaitu dengan pembentukan kalus).
Fiksasi bisa berupa fiksasi luar, fiksasi dalam, penggantian dengan prostesis dan lain-lain. Contoh fiksasi luar adalah penggunaan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang untuk kemudian disatukan dengan batangan logam di luar kulit. Sedangkan fiksasi interna yang biasa dipakai berupa pen dalam sumsum tulang panjang atau plat dengan sekrup di permukaan tulang. Keuntungan cara ini adalah terjadi reposisi sempurna, tidak perlu dipasang gips serta bisa bergerak dengan segera. Namun mempunyai risiko infeksi tulang. Prostesis biasa digunakan untuk penderita patah tulang pada manula yang sukar menyambung kembali.
Beberapa metode terbaru adalah dengan cangkok tulang (INFUSE Bone Graft) yang penggunaannya telah disetujui Food and Drug Administration (semacam Badan POM milik Amerika Serikat) untuk penangangan patah tulang kering (Tibia) yang terbuka. Sebelumnya INFUSE Bone Graft hanya digunakan dalam operasi tulang belakang. Patah tulang kering yang terbuka cukup susah sembuh karena risiko infeksi dan kerusakan otot sekitar yang cukup tinggi. Namun dengan cangkok tulang ini, peluang pulih pun meningkat. Bahkan tidak perlu operasi kedua untuk memperbaiki patah tulang, yang biasa dilakukan berkali-kali pada metode lama. INFUSE Bone Graft menggunakan protein rhBMP-2 yang merupakan hasil rekayasa genetika dari protein manusia yang memacu pertumbuhan tulang.
Untuk penanganan patah tulang paha (femur) yang sering terjadi pada anak-anak umur 6-14 tahun, kini digunakan paku elastis dari titanium. Rumah sakit khusus anak di AS rata-rata menerima 40-50 kasus ini tiap tahunnya. Dimulai dari tahun 1996 untuk kemudian menjadi ramai digunakan tahun 2000, paku elastis dari titanium ini menggantikan metode lama dengan traksi, dengan biaya yang relatif sama namun anak dapat bergerak lebih cepat. Metode baru ini membuat anak bisa bangun dari tempat tidur 2 hari setelah operasi, keluar dari RS setelah 4 hari dan berjalan dengan tongkat penyangga dalam bebrapa minggu setelahnya. Hal ini membuat anak bisa kembali bersekolah setengah kali lebih cepat dibanding anak dengan metode lama yang butuh 3 minggu traksi dan 3-5 minggu tambahan dengan pembalut tubuh (body cast).
Paku elastis ini fleksibel sehingga bisa ditempatkan di antara tulang yang patah untuk menyangga selama masa penyembuhan. Paku ini mempunyai panjang 15-20 inchi dengan lebar hanya seukuran antena radio. Kadang diperlukan dua paku untuk kemudian diambil 6-9 bulan setelah operasi pertama.




BAB II
PEMBAHASAN
A.   DEFINISI FRAKTUR FEMUR
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
Anatomi Fisiologi Fraktur
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
B.    PROSES PENYEMBUHAN TULANG
            Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
            Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali. 
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler 
            Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya. 
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
            Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu. 
4) Stadium Empat-Konsolidasi
            Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal. 
5) Stadium Lima-Remodelling
            Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.


C.   ETIOLOGI
A. Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
Osteoporosis Imperfekta
Osteoporosis
Penyakit metabolik
TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
D.   KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a.         Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka atau patah tulang terbuka adalah hilangnya kontinuitas tulang paha disertai kerusakan jaringan lunak ( otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah ) yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
b.        Farktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup atau patah tulang paha tertutup adalah hilangnya kontinitas tulang paha tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh trauma langsung atau kodisi tertentu, seperti degenerasi tulang ( osteoporosis )
E.   PEMERIKSAAN FISIK
1.      Inspeksi (look)
Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka).
2.      Palpasi (feel)
Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.
3.      Gerakan (moving)
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur. Gerakan antar fragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena menimbulkan nyeri dan mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin fraktur. Gerakan sendi terbatas karena nyeri, akibat fungsi terganggu

F.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1.      Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti
      aturan role of two, yang terdiri dari :
         Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
         Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
         Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang
        tidak  terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)
         Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2.      Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
        Darah rutin,
         Faktor pembekuan darah,
         Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
         Urinalisa,
         Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).
3.      Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat  
      fraktur tersebut.

G.   KOMPLIKASI
a)   Perdarahan, dapat menimbulkan kolaps kardiovaskuler.
      Hal ini dapat dikoreksi dengan transfusi darah yang memadai.
b)   Infeksi, terutama jika luka terkontaminasi dan debridemen tidak memadai.
c)   Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma kecepatan
      tinggidan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara fragmen. Fraktur yang    
      tidak  menyatum emerlukan bone grafting dan fiksasi interna.
d)  Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi antagonis
      pada
      fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor. Deformitas varus
      diakibatkanoleh kombinasi gaya ini.
e)   Trauma arteri dan saraf jarang, tetapi mungkin terjadI
H.   THERAPY
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:
1.      Mengurangi rasa nyeri,
Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang  hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.
2.      Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma fraktur dan meminimalkan kerusakan. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup/OREF), misalnya dengan pemasangan gips, skin traksi maupun bandaging. Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduksi terbuka/ORIF), pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan. (Elizabeth J. Corwin, 2009; 339)
3.      Membuat tulang kembali menyatu
Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.
4.      Mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi. (Anonim, 2008)
I.   DAMPAK MASALAH
            Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap Penyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada keluarganya.
a Terhadap Klien
1) Bio 
Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi
2) Psiko
Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya.
3) Sosio
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.
4) Spiritual 
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya. 
b Terhadap Keluarga
            Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga.
            Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga.










BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan fraktur humerus menurut Marilyn E. Doengoes 2000 di peroleh data sebagai berikut :
1.      Aktifitas (istirahat)
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yeng terkena (mungkin secara fraktur itu  
             sendiri/terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri)
2.      Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau
             hipotensi (kehilangan darah), takikerdia (respon stress, hipovolemia), penurunan/ tak
             ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian
             yang terkena pembengkakan jaringan/masa hepotoma pada sisi cedera
3.      Neurosensori                 
Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebos/kesemutan (ponestesis)
Tanda : Deformitas lokal : ambulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berdesir)
             Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi Agitasi (mungkin berhubungan
            dengan nyeri /ansietas/trauma)
4.      Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan
             /kesemutan pada tulang = dapat berkurang pada imobilisasi, tidak ada nyeri akibat
             kerusakan saraf, spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5.      Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, opulasi jaringan, perubahan warna, perdarahan, pembengkakan local
            (dapat meningkatkan secara bertahap /tiba-tiba)
6.      Pemeriksaan diagnostik
a)      Pemeriksaan rontgen, menentukan lokasi/luasnya fraktur/ trauma
b)      Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
      digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c)      Arteriogram : di lakukan bila kerusakan vaskuler di curigai
d)     Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) /menurunkan
      (perdarahan multiple)
e)      Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
 
 
B.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan fragmen cedera pada jaringan
      lunak) ditandai dengan klien tampak meringis, laporan secara verbal terasa nyeri,
      perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
2.      Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai dengan peningkatan
      suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat.
3.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot ditandai dengan klien
       tidak mampu menggerakkan tangannya, klien mengeluh nyeri saat menggeser tangannya.
4.      Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, makan, eliminasi berhubungan dengan
      kontraktur otot ditandai dengan klien tidak mampu memegang alat mandi, klien tidak
      mampu menggunakan pakaian sendiri, klien minta dibantu untuk makan dan eliminasi.
5.      Gangguan rasa nyaman ditandai dengan klien mengeluh merasa tidak nyaman dengan
       kondisinya.
6.      PK: Perdarahan
7.      PK: Anemia
8.      Ansietas berhubungan perubahan kondisi fisik (patah tulang) ditandali dengan klien
      mengeluh merasa cemas dengan situasi fisiknya, klien tampak gelisah.
9.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera (posisi tulang tidak anatomis) ditandai
      dengan klien mengatakan malu dengan kondisi fisiknya, klien tampak menarik diri.

Diagnosa Berdasarkan Prioritas:
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan fragmen cedera pada jaringan
       lunak) ditandai dengan klien tampak meringis, laporan secara verbal terasa nyeri,
       perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
2.     Ansietas berhubungan perubahan kondisi fisik (patah tulang) ditandali dengan klien
      mengeluh merasa cemas dengan situasi fisiknya, klien tampak gelisah.
3.     Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai dengan peningkatan
      suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat.





C.     OUTCOMES DAN INTERVENSI
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan fragmen cedera pada jaringan
      lunak) ditandai dengan klien tampak meringis, laporan secara verbal terasa nyeri,
      perubahan posisi untuk menghindari nyeri.

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tingkat nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil :
         Melaporkan nyeri berkurang menjadi skala 4
         Onset nyeri berkurang menjadi skala 4
         Melaporkan nyeri terkontrol menjadi skala 4
         Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri, skala 4
           
Intervensi:
<<NIC LABEL 1 : Pain management>>
1.      Kaji lokasi, karakteristik, onset, frekuensi, kualitas, tingkat, dan penyebab nyeri.
2.      Observasi tanda nonverbal terhadap ketidaknyamanan, terutama pada pasien yang
       tidak dapat berkumunikasi dengan efektif.
3.      Pastikan pasien mendapatkan terapi analgesik dengan baik.
4.      Kaji dampak nyeri terhadap kualitas hidup (misal terhadap tidur, selera makan,
      aktivitas, kognitif, dan lainnya).
5.      Diskusikan dengan pasien faktor yang dapat mengurangi nyeri.
6.      Ajarkan prinsip manajemen nyeri (relaksasi, guided imagery, distraksi, dan lainnya).
7.      Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
      berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan.
<<NIC LABEL 1 : Analgesic Administration>>
1.      Kaji lokasi, karakteristik, kualitas, dan tingkat nyeri sebelum pengobatan.
2.      Cek program pemberian analgesik; jenis, dosis, dan frekuensi.
3.      Evaluasi efektivitas analgesik dan efek sampingnya.
4.      Dokumentasikan respon pasien terhadap analgesik.
5.      Ajarkan tentang penggunaan analgesik, misal strategi menurunkan efek samping.

 2.      Ansietas berhubungan perubahan kondisi fisik (patah tulang) ditandali dengan klien mengeluh merasa cemas dengan situasi fisiknya, klien tampak gelisah.
Setelah di berikan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapakan kecemasan klien berkurang dengan criteria hasil:
         Tekanan Darah dalam batas normal
         Klien tampak tenang
         Klien mengatakan merasa tidak cemas

Intervensi:
<< NIC Label: Anxiety Reduction >>
1.      Buat klien tenang dengan pendekatan yang meyakinkan
2.      Menyatakan dengan jelas perubahan untuk tingkah laku pasien
3.      Lihat dan pahami perspektif pasien dalam situasi stress
4.      Berikan informasi yang factual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis yang
      akan
      di berikan kepada pasien
5.      Mengatakan kepada pasien untuk mengurangi rasa takutnya untuk mempengaruhi
      kesehatannya
6.      Memberikan perhatian dengan mendengarkan keluhan atau masalah klien
7.      Selalu mengidentifikasi perubahan tingkat kecemasan
8.      Observasi tanda-tanda cemas verbal dan non verbal
<<NIC Label: Calming Technique>>
1.      Mempertahankan kontak mata denngan pasien
2.      Mempertahankan ketengan pasien
3.      Duduk dan berbicara dengan klien dengan wajah tersenyum
4.      Memberikan sentuhan di daerah dahi
5.      Mengurangi atau menghilangkan rangsangan hal yang menyebabkan  ketakutan dan
       kecemasan
6.      Mengidentifikasi signifikan lainnya yang dimana kehadirannya dapat membantu
       pasien
7.      Yakinkan pasien terhadap keselamatan diri dan keamanannya
8.      Menawarkan cairan hangat atau susu
9.      Menawarkan mandi air hangat 
10.  Menggunakan tenik distraksi yang sesuai



3.      Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat, peningkatan tekanan darah dan nadi.
Setelah diberikan asuhan keperawatan  2x8 jam diharapkan suhu tubuh klien kembali normal (36,5o-37,5oC), dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Hidration
       Turgor kulit pasien kembali normal (skala 5)
NOC Label >> Termoregulation
       Suhu tubuh klien kembali normal (36,5o-37,5oC)
       Perubahan warna pada kulit klien menjadi normal (skala 5)
NOC Label >> Vital Sign
       Denyut nadi pasien normal (60-100x/menit)
       Tekanan darah pasien dalam batas normal (100-120/70-80 mmHg)

Intervensi:
NIC Label >> Fluid Management
         Pertahankan rekaman medik mengenai intake dan output cairan secara akurat.
         Berikan cairan secara tepat.
         Monitor status hidrasi pasien (misalnya kelembaban membrane mukosa) secara tepat.
         Pertahankan record atau pendataan mengenai intake dan output cairan.
         Berikan terapi intravena secara tepat.
NIC Label >> Vital Sign Monitoring
         Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan RR pasien
         Monitor warna kulit pasien
NIC Label >> Enviromental Management
         Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
         Mengidentifikasi kebutuhan pasien berdasarkan tingkat  fungsi fisik dan
         kognitif serta
         perilaku pasien
         Sediakan lingkungan yang bersih dan nyaman
         Sesuaikan suhu lingkungan sesuai suhu tubuh pasien untuk memenuhi kebutuhan
        pasien jika suhu tubuh pasien berubah-ubah
NIC Label >> Fever Treatment
         Monitor pasien jika terdapat kejang
         Kolaborasikan pemberian antipiretik sesuai kebutuhan
         Berikan pasien selimut hangat bila diperlukan
         Anjurkan pasien untuk melakukan kompres hangat

D.    EVALUASI
1)      Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan fragmen cedera pada jaringan lunak) ditandai dengan klien tampak meringis, laporan secara verbal terasa nyeri, perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
Evaluasi:
         Nyeri berkurang menjadi skala 2
         Onset nyeri berkurang menjadi skala 2
         Nyeri terkontrol menjadi skala 2
         Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri, skala 2
2)      Ansietas b.d perubahan kondisi fisik (patah tulang) ditandali dengan klien mengeluh merasa cemas dengan situasi fisiknya, klien tampak gelisah.
Evaluasi:
         Tekanan Darah dalam batas normal
         Klien tampak tenang
         Klien mengatakan merasa tidak cemas
3)      Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat, peningkatan tekanan darah dan nadi.
Evaluasi:
           Turgor kulit pasien kembali normal (skala 5)
           Suhu tubuh klien kembali normal (36,5o-37,5oC), skala 5
           Perubahan warna pada kulit klien menjadi normal (skala 5)
           Denyut nadi pasien normal (60-100x/menit), skala 5
           Tekanan darah pasien dalam batas normal (100-120/70-80 mmHg) skala 5






DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Fraktur (patah tulang). (online: http://nursingbegin.com/fraktur-patah-tulang/, akses tanggal 9 januari 2012)
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.
McCloskey,Joanne.2004.Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth EditionSt.Louis Missouri:Westline Industrial Line
Moorhead,Sue.2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth EditionSt.Louis Missouri:Westline Industrial Line
Sjamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar