my facebook

Selasa, 09 Oktober 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SSJ (Sindrom Stevens-Johnson )


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SSJ
                                      (Sindrom Stevens-Johnson )  
By   : Ahmad Wahyudi
BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM).
Syndrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, melaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Syndrom steven johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. steven dan S.C johnson, 1992 syndrom steven johnson yang bisa disingkat SJS merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.
Angka kejadian syndrom steven johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Syndrom steven johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkakdan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan padamulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan simtem imom seperti HIV dan AIDS serta lapus angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.
Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus syndrom steven johnson karena syndrom steven johnson sangat berabahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Syndrom tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab syndrom steven johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit steven johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan syndrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.
( Support, Edisi November 2008 )



B.  TUJUAN PENULISAN
1.    Tujuan umum
Untuk memberikan pengalaman nyata tentang Asuhan Keperawatan dengan Kasus Syndrome Steven.
2.    Tujuan khusus
Secara khusus”asuhan keperawatan pada pasien dengan syndrome steven Johnson” ini di susun supaya :
a.    Perawat dapat mengerti tentang pengertian,penyebab,klasifikasi,tanda dan gejala,patofisiologi,pathway,pemeriksaan penunjang,penatalaksanaan,serta komplikasi dari syndrome steven Johnson.
b.    Perawatdapat memeberian asuhan keperawatan pada klien dengan syndrome steven Johnson.
c.    Perawat dapat memberikan pendidikan kessehatan tentang syndrome steven Johnson kepada klien.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.      DEFINISI
Sindrom steven-jhonson (ekstodermosis  erosive pluriorifisialis, sindrom mukokutanea ocular, eritema multiformis tipe hebra, eritema multiforme mayor, eritema bolusa maligna ) adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lender orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk.(Kapita Selekta Kedokteran edisi 3)
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993: 127).
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis (Junadi, 1982: 480).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Mansjoer, A. 2000: 136).
Jadi syndrom steven johnson adalah suatu syndrom berupa kelainan kulit pada selaput lendir oritisium mata genital.

B.       ETIOLOGI
Etiologi SSJ yang pasti belum diketahui, Beberapa  penyebab timbulnya SSJ diantaranya :
§  infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit)
§  obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, antipiretik/analgetik (misalnya: derivate salisil/pirazolon, metamizon, metampiron, dan paracetamol,klorpromazin, karbamazepin, kinin, aspirin, jamu, digitalis, kontraseptif)
§  fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X)
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah :
1)      Alergi Obat Secara Sistemik :
a.          penisilin, analgetik, arti piuretik
b.         Penisilline dan semisentetiknya
c.          Sthreptomicine
d.         Sulfonamida
e.          Tetrasiklin
f.          Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol)
g.         Kloepromazin
h.         Karbamazepin
i.           Kirin Antipirin

2)      Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)
3)      Neoplasma dan faktor endokrin
4)      Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)
5)      Makanan

C.      MANIFESTASI KLINIS

Gejala prodnormal berkisar antara 1-14 hari berupa demam,lesu,batuk,filek,nyeri dada,sakit menelann,pegal sendi dan otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam keadaan berat kombinasi gejala tersebut.
Setelah itu akn timbul lesi pada :
·           Kelainan kulit
·           Kelainan selaput lendir di orifisium
·           Kelainan mata



a)    Kelainan Kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura.
b)    Kelainan Selaput lender di orifisium
Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut, kemudian genital, sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan. Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudo membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas.
c)    Kelainan Mata
Kelainan pada mata pada pasien SSJ antara lain : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.

D.      PATOFISIOLOGI
Pathogenesis SSJ sampai saat ini sukar di ketahui dengan pasti karna penyebabnya berbagai factor walaupun pada umumnya sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) terhadap obat . sekitar 50%  penyebab SSJ adalah obat,peringkat tertinggi adalah obat-obat sulfonamide,laktat,imidarzol,dan NSAID.sedangkan peringakat menengah adalah antikorfursal,aromatic dan alufurinol.
Beberapa factor penyebab timbulnya SSJ di antanya :
·         Infeksi virus
·         Herves simpleks
·         mycoplasma pneumoniae
·         Makanan ( coklat )
·         Vaksinasi
Factor lingkungan seperti ;
·       Udara dingin
·       Sinar matahari  
·       Sinarr X rupanya sangat berperan sebagai pencetus ( trigger)
Reaksi hipersensitivitas tipe III ( reaksi komplekk imun )yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik. Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi :
1)      Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan
2)      Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuria
3)      Kegagalan termoregulasi
4)      Kegagalan fungsi imun
5)      Infeksi










E.       KOMPLIKASI
Steven Johnson syndroom sering menimbulkan komplikasi pada mata beruupa simblefaron dan ulkus kornea .komplikasi lain adalah timbulnya sembab,demam atau malahan hippotermia.
Berikut komplikasi yang sering pada steven Johnson syndrome :
·      Bronkopneumonia (80%)
·      Sepsis
·      Kehilangan cairan/darah
·      Gangguan keseimbangan elektrolit
·      Syok
·      Kebutaan gangguan lakrimasi

G.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.           Pemeriksaan Laboratorium :
·      Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosa.
·      Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat.
·      Pemeriksaan elektrolit
·      Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi
·      Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan kolonoskopi dapat dilakukan
B.      Imaging Studies
Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis
C.            Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung ditegakkannya diagnosa.



                                                                                                      
D.      PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang utama adalah menghenntikan obat yang di curigai sebagai penyebab dari SSJ ,sementara itu kemungkinan infeksi virus herves simplex dan micoplasma pneumonia harus di singkirkan,selanjutnya perawatan lebih kepada pengobatan siimtomatik:
a.     Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednison30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari. Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
b.    Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
c.    Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
d.   Topikal
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
BAB  III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
     I.     Pengkajian
a.    Data Subyktif
Klien mengeluh demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan  nyeri tenggorokan / sulit menelan.
b.      Data Obyektif
·      Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi yang luas, sering didapatkan purpura.
·      Krusta hitam dan tebal pada bibir atau selaput lendir, stomatitis dan pseudomembran di faring
·      Konjungtiva, perdarahan sembefalon ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.
c.       Data Penunjang
·      Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
·      Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
·      Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
    II.       Diagnosa Keperawatan
a.    Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal
b.    Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan
c.    Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit
d.   Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
e.    Gangguan Persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis


   III.     Intervensi
1.    Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal
*   Kriteria Hasil : Menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh.
*   Intervensi :
a.    Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta perubahan lainnya yang terjadi.
Rasional :Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
b.   Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang lembut.
Rasional :Menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju, membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
c.    Jaga kebersihan alat tenun.
Rasional : Untuk mencegah infeksi
d.   Kolaborasi dengan tim medis.
Rasional : Untuk mencegah infeksi lebih lanjut
3.    Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan
*   Kriteria Hasil : Menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan
*   Intervensi :
a.    Kaji kebiasaan makanan yang disukai/tidak disukai.
Rasional : memberikan pasien/orang terdekat rasa kontrol, meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan.
b.    Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
c.    Hidangkan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional : meningkatkan nafsu makan

d. Kerjasama dengan ahli gizi. 
Rasional : kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong regenerasi jaringan.
4.    Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit
*        Kriteria Hasil :
·         Melaporkan nyeri berkurang
·         Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
*        Intervensi :
a.    Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan intensitasnya.
               Rasional : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan
b.    Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit.
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan kelelahan umum
c.    Pantau TTV.                                                                    
Rasional : metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek obat
d.   Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional : menghilangkan rasa nyeri
5.    Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
*        Kriteria Hasil : Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
*        Intervensi :
a.    Kaji respon individu terhadap aktivitas.
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.
b.    Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien.
Rasional : energi yang dikeluarkan lebih optimal
c.       Jelaskan pentingnya pembatasan energi.
Rasional : energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh
d.   Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien.
Rasional : klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
6.    Gangguan Persepsi sensori: kurang penglihatan b.d konjungtifitis
*   Kriteria Hasil :
·         Kooperatif dalam tindakan
·         Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
*   Intervensi :
a.     Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional : Menetukan kemampuan visual
b.    Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional : Memberikan keakuratan thd pengelihatan dan perawatan.
c.     Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan.
             Rasional : Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
d.    Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.
Rasional :Meningkatkan rangsangan pada waktu kemampuan pengelihatan menurun.


BAB IV
PENUTUP

 Kesimpulan
 Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya.


DAFTAR PUSTAKA

1.        Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
2.        Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
3.        Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4.        Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3, jilid 2. Media Aesculapius : Jakarta
5.        Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
6.        Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, volume 3. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
7.        Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
8.        Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar